Hukum

Guru Besar Al-Azhar : Kerugian Negara Harus Nyata dan Pasti

Channel9.id- Jakarta. Sidang Asabri memantik banyak pendapat hukum, terkait apakah perbuatan-perbuatan para terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara. Mengingat ranah peristiwa hukum yang terjadi dalam kasus Asabri  ada dalam ruang lingkup spesialis, yakni pasar modal. Namun kemudian dijerat dengan menggunakan UU  Tipikor.

Salah satu ahli  hukum yang hadir dalam persidangan kasus Asabri adalah  Dr Agus Surono SH, MH, ia adalah ahli hukum pidana.  Dalam persidangan  ia menyampaikan norma hukum yang terkandung dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Dalam Pasal  2 jelas disana melawan hukum, memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain suatu korporasi secara melawan hukum. “Sedangkan pasal 3 caranya adalah dilakukan dengan menyalahgunakan kewenangan, saya kira intinya disitu perbedaan antara pasal 2 dan pasal 3,” jelas Guru Besar Ilmu Hukum, Al-Azhar.

Unsur delik terkait dengan kerugian negara dalam Pasal 2 dan Pasal 3 mutlak harus dipenuhi dan bisa dibuktikan untuk  kemudian dipertanggungjawabkan. Seluruh unsurnya harus bisa dibuktikan tanpa kecuali.

Norma dalam UU Tipikor tidak ada penjelasan terkait dengan apa yang dimaksud dengan kerugian negara. Adanya di ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 1 angka 22 UU perbendaharaan negara, namun normanya intinya adalah keuangan, surat berharga  ataupun barang yang sifatnya nyata dan pasti.

“Memang bunyi  terminologi pasal 1 angka 22 nyata dan pasti dan diperkuat dengan keputusan mahkamah konstitusi,” tegasnya.

Jadi kalau masih potensial atau unrelease tidak bisa dibuktikan secara nyata dan pasti belum masuk kerugian negara. “Saya kira bisa ditafsirkan sebaliknya, kalau belum memenuhi nyata dan pasti maka bukan termasuk kualifikasi adanya kerugian keuangan negara,”tambahnya.

Semua unsur harus terpenuhi, unsur melawan hukum, penyalahgunaan wewenang dan unsur kerugian negara. Kalau salah satu unsur saja secara akumulatif tidak terpenuhi maka tidak dikenakan pasal sesuai yang tadi.

Jika peristiwa hukumnya ada pada domain UU yang lain, maka harus merujuk pada pasal 14 UU Tipikor. Jelas kewenanganya di atur secara ekplisit bahwa jika ada pelanggaran norma A,B,C dst, kalau memang bisa dikualifikasi sebagai kasus korupsi maka bisa digunakan UU Tipikor. Jika tidak makan digunakan UU yang spesifik.

Terkait turut serta dalam Pasal 55 yang digunakan juga untuk menjerat orang yang terlibat. Maka norma yang ada sesuai pasal 55 mereka yang menyuruh melakukan, mereka yang melakukan dan mereka yang turut serta melakukan sama sama menginsyafi apa yang mereka perbuat. Itu  kata kuncinya.

Untuk dapat dikualifikasi sebagai turut serta. Mengerti apa yang diperbuat, dalam konteks pidana ada  mensrea atau niat, niat itu diwujudkan mereka yang menyuruh melakukan, mereka melakukan dan turut serta melakukan, mengetahui niatnya melakukan perbuatan A adalah untuk apa konskeuensinya. Ini semua disadari atau diinsafi oleh ketiganya itu.

Dalam suatu tindak pidana korupsi, mensrea dibuktikan adanya cashback, kickback, gratifikasi atau conflict of interes, kalau misalnya ada salah satu dari mereka yang menerima maka bisa dikategorikan ada mensrea.

“Seusai asas kausalitas pihak-pihak yang menerima yang dimintai pertanggunjawaban,”pungkas ahli hukum dari Universitas Indonesia tersebut.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

10  +    =  11