Nasional

Guru Besar UIN dan Deputi IV KSP RI Bahas Kebijakan Kampus Merdeka di Prodi S3 UIN Banten

Channel9.id – Jakarta. Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai kampus merdeka dinilai masih kering karena belum memiliki konsep dan paradigma yang matang. Ketiadaan konsep dan paradigma yang lebih matang dan mendalam terhadap kebijakan ini kemudian berdampak pada melenturnya substansi dari kemerdekaan belajar kampus merdeka itu sendiri.

Terkait kebijakan Kampus Merdeka itu, Program doktoral Pascarjana UIN SMH Banten menyelenggarakan webinar nasional dengan tema “meninjau kebijakan kampus merdeka: prospek dan tantangannya dalam pengembangan akademik”, Rabu (29/7)

Para pembicara yang hadir adalah Prof. Dr. Azyumardi Azra MA., CBE (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Dr. Juri Ardiantoro, M.Si, (Deputi IV Kantor Sekretariat Presiden), dan Dr. Mamat S. Burhanuddin, MA (Kasubdit Pengembangan Akademik Dirjen Pendis Kemenag RI). Sedangkan rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Prof. Fauzul Iman, MA menjadi key note speaker dalam diskusi tersebut.

“Pada saat ini secara kelembagaan, perguruan tinggi masih disibukkan oleh pekerjaan yang bersifat administratif. Gaung kampus merdeka belum dapat dirasakan ditingkat perguruan tinggi karena belum diterjemahkan secara detail dan implementatif,” kata Direktur Program Pascasarjana, Prof. Dr. HB Syafuri, M.Hum dalam sambutannya.

Lebih lanjut ditambahkan Prof. Syafuri bahwa di tingkat satuan pendidikan, masih disibukkan oleh rutinitas seperti urusan akreditasi, borang, pengisian BKD dan lainnya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Fauzul Iman, MA selaku rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dalam pengantar diskusi mengatakan, ketika kebijakan tersebut tidak melibatkan para tokoh dan pakar pendidikan justru akan menambah rumitnya pemberlakuan kebijakan kampus merdeka di perguruan tinggi.

Prof. Fauzul menilai bahwa Kemendikbud RI akan lebih bijaksana apabila membangun komunikasi dengan para guru besar dan juga rektor untuk duduk bersama. Dalam pengembangan kampus merdeka sangat tidak bijaksana ketika Kemendikbud bersikap eksklusif dan elitis, apalagi menjauhkan diri dari para pakar pendidikan dan para rektor.

Senada dengan rektor UIN Banten, guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Azyumardi Azra mengatakan bahwa kebijakan mengenai kampus merdeka belum dibangun melalui paradigma yang kuat.

“Kemendikbud tidak pernah melibatkan para pakar pendidikan, atau bahkan mengabaikan peran Forum Rektor Indonesia,” jelas Prof. Azra.

Selanjutnya dia mengatakan bahwa kebijakan kampus merdeka ini masih sebatas cetusan selintas dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim.

Meskipun Prof. Azra tidak menolak adanya kebijakan kampus merdeka ini, namun pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud harus memiliki konsep dan paradigma yang lebih matang. Kemendikbud RI harus melibatkan banyak pihak, terutama adalah para pakar pendidikan dan guru besar yang memiliki kompetensi di bidangnya. Kebijakan kampus merdeka saat ini masih menyisakan banyak problem.

Menurut Prof. Azra masih terdapat problem dari kebijakan tersebut, terutama dalam hal masih terdapat adanya kesenjangan PTN dan PTS dalam hal status menjadi PTN-BH. Padahal secara esensial justru PTS sesungguhnya sejak awal sudah menjadi kampus merdeka.

Dalam aspek lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah menurut Prof. Azra, adalah memberikan solusi bagi Prodi atau kampus di daerah tertentu yang tidak memiliki jaringan dengan dunia usaha. Bagaimana solusinya ketika muncul wacana kebebasan tiga semester bagi mahasiswa untuk magang, sementara mereka belajar di kampus yang terletak di daerah atau kota terpencil dengan Prodi yang terbatas, sehingga sulit melakukan kemitraan dengan dunia usaha.

Sementara itu  Dr. Juri Ardiantoro selaku Deputi IV Kantor Sekretariat Presiden mengatakan telah mencatat seluruh masukan yang disampaikan dalam diskusi tersebut.

Sebagai perwakilan dari pemerintah, Dr. Juri Ardiantoro yang juga sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta ini berjanji akan menyampaikan berbagai masukan dan usulan untuk disampaikan kepada pemerintah, terutama Kemendikbud RI.

“Program tersebut sejatinya adalah bagian dari kebijakan Presiden di dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang baik dalam perubahan dunia saat ini, sehingga seluruh masukan dan saran ini penting disampaikan pada pemerintah untuk kebaikan mutu pendidikan ke depan,” katanya.

Sementara Dr. Mamat Salamet Burhanuddin dari direktorat pendidikan Islam juga menyambut baik seluruh masukan yang disampaikan dalam diskusi tersebut. Dalam pemaparannya, Dr. Mamat selaku Kasubdit Pengembangan Akademik Dirjen Pendis ini menekankan pada tiga aspek dalam konteks pengembangan akademik merdeka ini yaitu, internalisasi menyambut tangan global, perlunya distingsi perguruan tinggi, dan penguatan integrasi keilmuan pada perguruan tinggi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6  +  4  =