Channel9.id-Ponorogo. Menjelang uji coba sekolah tatap muka yang masih di tengan pandemi Covid-19, seorang guru SMP di Ponorogo tepatnya SMP 1 Jetis adalah Dwi sujatmiko yang berinisiatif untuk membuat alat yang mampu mengurangi kontak fisik ketika petugas harus menggunakan thermogun dalam memantau kondisi suhu badan siswa.
“Biasanya kan pakai thermogun, nah kalau pakai bilik ini siswa yang masuk hanya mendekatkan dahi atau tangan ke alat sensor untuk diukur suhunya secara otomatis,” tutur Miko, Sabtu (5/9/20).
Miko menjelaskan bilik ini dimaksudkan untuk menghadapi adaptasi kebiasaan baru ketika siswa sekolah sudah diperbolehkan pembelajaran tatap muka. Bilik ini pun juga berbasis Android. Sehingga petugas hanya perlu melihat layar di smartphone untuk memantau siswa.
“Cara kerjanya, siswa masuk ke dalam bilik, mendekatkan dahi atau tangan ke depan sensor sekitar 2 sampai 3 detik,” terang Miko.
Nantinya, saat suhu tubuh siswa di bawah 37 derajat maka palang bagian depan yang terbuka, namun jika di atas 37 derajat palang pintu sebelah kiri yang terbuka.
“Dua palang pintu ini untuk mengarahkan siswa yang mempunyai suhu tubuh normal dan suhu tubuh yang mengarah ke demam,” imbuh Miko.
Siswa yang bersuhu di atas 37 derajat, lanjut Miko, akan muncul tanda peringatan untuk petugas nantinya siswa akan diarahkan menuju ke Unit Kesehatan Sekolah (UKS).
Disinggung soal aliran listrik, Miko mengaku alatnya tidak akan terganggu. Sebab, di dalam bilik juga dilengkapi dengan power bank. “Ketika listrik mati tidak akan ada masalah,” papar Miko.
Miko menerangkan bilik buatannya terdapat dua buah sensor, sensor inframerah berfungsi untuk mengetahui suhu tubuh seseorang dan sensor ultrasonik berfungsi untuk mengetahui jarak objek untuk digunakan membuka palang pintu dan pengukuran suhu.
“Untuk bilik ini hanya menghabiskan dana Rp 5 juta dengan waktu pembuatan tiga hari,” ujar Miko.
Selain itu, kelebihan bilik ini mampu mencatat data rekam suhu siswa maupun guru yang masuk sekolah. Sebab, menggunakan kartu RFID.
“Sudah terpasang sensor RFID-nya, hanya siswa belum dibekali kartu yang mampu dibaca oleh sensor RFID tersebut,” pungkas Miko.