Opini

Harapan Berujung Cercaan

Oleh: Dr. Usmar. SE.,MM

Channel9.id – Jakarta. Awalnya saya tidak begitu tertarik untuk membahas himbauan dan harapan yang disampaikan oleh Ibu Puan Maharani kepada kadernya yang ada di Sumatera Barat dalam kapasitas beliau sebagai Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP saat mengumumkan dukungan kepada para calon kepala daerah gelombang V yang bertarung di Pilkada Serentak 2020, dimana beliau mengatakan “Merdeka ! Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila,”

Himbauan dan harapan yang disampaikan kepada kader adalah hal biasa-biasa saja, dan ini ini hanya arahan internal organisasi yang mencoba mengingatkan kadernya untuk tegak lurus dalam mengamalkan Pancasila. Hal ini senada dengan pendapat dari Bung Januardi Sumka Sekretaris Partai Demokrat Sumbar mengatakan, “Waktu penyerahan SK yang boleh masuk ke ruangan hanya internal partai saja”. Sehingga pesannya tertuju kepada internal partai PDIP Sumbar.

Nah mulai menjadi ramai ketika banyak pihak luar yang mungkin melihat ini peluang untuk mengeliminasi kompetitor, baik dalam jangka pendek dalam konteks Pilkada serentak 2020, dan mungkin diharapkan berdampak pada jangka panjang saat Pilpres nanti di tahun 2024, yang diprediksi dan dikuatirkan PDIP akan kembali memenangkan Kontestasi Pilpres itu nanti, melihat soliditas partai dan keberadaan beberapa kader partai yang cemerlang.

Berbagai komentar melalui media massa dan medsos, yang ditulis dari beberapa orang ada yang mengatasnamakan “wartawan Senior” ada yang mengatasnamakan “pengamat Politik” meski tidak jarang pengamatan dan ulasannya selalu mewakili dari perspektif kelompok tertentu saja, sebagai dampak dari ekspektasi Pilpres 2019 lalu yang belum hendak beranjak sirna dari pandangannya, mengatakan “ada ketersinggungan orang suku Minang terhadap pernyataan itu, lalu di bumbui lagi, “ini akan menyebabkan di berbagai daerah lain yang banyak bermukim warga Minang, ucapan Puan bisa mengubah konstelasi politik. Akibatnya Calon-calon yang didukung PDIP dan tengah berlaga di Pilkada, bisa terkena dampaknya.

Kemudian hal ini semakin membuat menarik, ketika ada sekelompok Pemuda yang tergabung dalam organ “PPMM” mendatangi Gedung Bareskrim Polri, Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, untuk melaporkan Ibu Puan Maharani.

Atas semua peristiwa itu, saya sebagai seorang Sumando (seorang yang beristerikan Perempuan Minang), bertanya kepada isteriku, apakah betul terjadi pergeseran sikap orang Minang sekarang, lebih sensitif dan tidak lagi melihat sebuah persoalan dari berbagai perspektif ?

Jawaban yang saya terima, bahwa sejatinya warga suku Minang itu secara umum, selalu kritis dan obyektif dalam melihat permasalahan.  Yang menurutnya dalam pribahasa minang mengatakan “Nak tahu digadang kayu caliak kapangkanyo, nak tahu digadang ombak caliak kapasianyo”. yang artinya secara umum mengatakan “jika ingin tahu persoalan sebenarnya sebelum mengambil suatu keputusan, maka mereka akan melihat inti persoalan sebenarnya.

Pertanyaan berikutnya apakah kemudian akan terjadi seperti yang dikatakan oleh pengamat politik tadi, bahwa kemudian akan ada kemarahan warga Minang yang bermukim di luar Sumbar ?  Kembali jawaban yang saya terima adalah “bahwa kami orang Minang dididik adaptif karena dari kecil kami diajarkan “Dima bumi di pijak, disitu langik dijunjuang”, karena itu warga suku Minang tidak pernah terlibat konflik etnis di manapun mereka berada.

Konstelasi Parpol dan Kandidat

Saat ini seluruh Jumlah kursi di DPRD Sumbar ada 65 kursi, dengan komposisinya: Gerindra 14, PAN 10, Demokrat 10, PKS 10, Golkar 8, PPP 4, PDIP 3, PKB 3, Nasdem 3.

Adapun syarat untuk dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur harus memiliki minimal 13 kursi, dan jika ingin melalaui jalur perseorangan Syarat Calon Gubernur Pilgub Sumbar 2020, Minimal Kantongi 316.051 Surat Dukungan, dari total penduduk berpenduduk 5,4 juta jiwa di 19 kabupaten.

Dengan ketentuan persyaratan tersebut, pasangan Cagub dan Cawagub yang sudah mendaftar ke KPU adalah pasangan sbb:

1. Mahyeldi-Audy Joinaldy – di usung PKS dan PPP
2. Nasrul Abit-Indra Catri – di Usung Gerindra
3. Fakhrizal-Genius Umar – diusung Golkar, Nasdem, dan PKB
4. Mulyadi-Ali Mukhni – di usung PAN, Demokrat dan PDIP

Adapun permasalahan pengembalian surat mandat dari PDIP oleh pasangan Mulyadi dan Ali Mukhni, secara ketentuan tidak mempengaruhi persyaratan kandidat tersebut, karena dengan diusung hanya oleh Demokrat dan PAN yang keduanya jika digabung menjadi total 20 kursi DPRD, sudah lebih dari cukup. Hal ini tentunya sudah diperhitungkan oleh pasangan tersebut.

Namun yang menjadi catatan dalam track record kandidat yang bersangkutan, dalam perspektif orang Minang, paling tidak dari pengurus PDIP Sumbar, akan dikatakan seperti pribahasa “Raso kabarek dilapehkan, raso kasulik dielakkan, bak cando mangganggam baro”, yang artinya Seseorang yang tidak bertanggung jawab kepada tugas dan kewajibannya. Kalau bahasa anak gaul “mau yang enak doang”. Karena sebenarnya kandidat tersebut, tahu persis apa maksud dari himbauan dan arahan Ibu Puan Maharani itu.

Dan sebagai seorang Pemimpin semestinya mampu bertindak seperti ungkapan kata bijak lainya, “Aia janiah sayaknyo landai, jalan rayo titian batu, kalau barundiang cadiak jo nan pandai, nan duo manjadi satu”, yang dapat kita artikan bahwa kepandaian dan kecerdasan seorang pemimpin, bisa mewujudkan persatuan dalam masyarakat yang dipimpinnya, dan mendamaikan orang yang sedang bersengketa. Apalagi dari persoalan yang berbeda persepsi saja.

Tapi apapun itu banyak hal telah berubah dari dinamika masyarakat yang ada. Tetapi Ibu Puan Maharani sebagai seorang yang juga masih memiliki darah Minang, haruslah tetap menjunjung cara bijak dalam bersikap suku Minang, yang tergambarkan dalam pesan bijak yaitu “Guntiang nan dari Ampek Angkek, dibao urang ka Mandi Angin, dipinjam urang ka Biaro. Kok datang gunjiang jo upek, sangko sitawa jo sidingin, baitu pamimpin sabananyo”, yang dapat kita artikan “Biasa Pemimpin diupat dan dipuji, karena banyak rakyat yang memberikan penilaian yang berbeda pandangan, seluruhnya diterima dengan kepala dingin.

Penulis: Ketua Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Jakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1  +  9  =