Channel9.id-Jakarta. Inflasi yang terjadi di dunia patut diwaspadai meski pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung positif. Pasalnya, Indonesia termasuk bagian dari ekonomi global. Demikian tutur Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, beberapa waktu lalu.
Tito menjelaskan bahwa inflasi yang terjadi di dunia disebabkan oleh krisis akibat pandemi COVID-19. Adapun ketidakmampuan suatu negara dalam mengatasi masalah ini bisa memberi efek domino ke aspek sosial, seperti pengangguran, kemiskinan, krisis keamanan, bahkan krisis politik. “Kalau krisis sosial dan politik terjadi, maka negara menjadi mundur, seperti yang terjadi di Sri Lanka,” imbuhnya.
Di tengah krisis pandemi itu, lanjut Tito, patut disyukuri bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu menangani dan bertahan. “Bahkan dianggap sukses oleh seluruh dunia dalam mengendalikan pandemi,” tandasnya.
“Keberhasilan itu turut didukung oleh visi yang sama di kalangan kepala daerah: berupaya mengendalikan pandemi. Selain itu, didukung pula oleh perekonomian nasional yang tetap bisa tumbuh… Pertumbuhan ekonomi rebound, naik kembali ke angka 5,4 persen,” lanjut Tito.
Namun demikian, Tito memperingatkan bahwa ketidakmampuan negara-negara lain mengatasi krisis pandemi bisa berdampak pada ekonomi nasional—terutama yang menjadi momok saat ini yaitu inflasi. Belum lagi, krisis lain yang sedang menghantui dunia akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
Diketahui, sikap Rusia terhadap Ukraina kemudian dibalas oleh embargo negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Padahal keduanya merupakan pemain besar dalam politik dan ekonomi internasional. Rusia sendiri masuk ke dalam daftar lima pemasok energi BBM dan gandum terbesar di dunia. Sementara Ukraina, masuk ke dalam daftar 10 pemasok gandum terbesar di dunia.
“Akibat konflik ini, sistem ekonomi global jadi terganggu, terutama pasokan energi dan pangan. Ini jadi perang ekonomi juga, dan ini berdampak pada seluruh dunia,” kata Tito. Berangkat dari itu, konflik ini juga turut menyebabkan inflasi dan biaya hidup pun jadi tinggi karena pasokan dan permintaan yang tak sesuai.
Berangkat dari situasi itu, Tito menilai bahwa kemungkinan pemerintah dan masyarakat daerah belum paham situasi global tersebut, yang kemungkinan berdampak pada inflasi. “Ini efeknya seolah tak terasa karena pemerintah pusat melakukan langkah yang disebut ‘shock absorber’ atau meredam dampak inflasi itu yakni subsidi… ini kita aman karena ada subsidi,” sambungnya. Disebutkannya bahwa pemerintah pusat melakukan subsidi Rp152 triliun di awal tahun, dan baru-baru ini berkembang menjadi Rp502 triliun.
Namun demikian, Tito menekankan bahwa subsidi tak bisa dilakukan terus menerus. Maka dari itu, diperlukan upaya untuk menghadapi inflasi dan mengendalikannya. Adapun salah satu elemen penting yang diperlukan untuk mengendalikan inflasi ialah kinerja pemerintah daerah. “Makanya, pada kesempatan ini, kita perlu membangun upaya bersama untuk menangani inflasi. Tolong bupati dan wali kota waspadai hal ini,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Tito membeberkan sepuluh solusi bagi pemerintah daerah untuk menghadapi inflasi. Kunci utamanya yaitu menjadikan inflasi sebagai isu prioritas. Kedua, hati-hati dalam melakukan komunikasi ke publik. “Jangan bikin mereka panik. Karena sentimen panik akan bisa men-trigger yang negatif, misalnya panic buyying karena takut kenaikan harga dan lain-lain,” jelasnya.
Ketiga, perlunya membuat Tim Pengendali Inflasi Daerah atau TPID. Keempat, mengaktifkan satuan petugas pangan untuk memonitor dan melaporkan harga dan ketersediaan komoditas. Kelima, subsidi BBM tepat sasaran ke masyarakat tak mampu. Dalam hal ini, perlu pengawasan oleh pemerintah daerah dan bantuan pengawasan dari penegak hukum.
Keenam, menggencarkan gerakan penghematan energi, seperti mengimbau masyarakat agar cemat dalam penggunaan energi. Lalu mendorong gerakan tanam pangan cepat panen, termasuk bahan pangan seperti cabai, bawang, dan sebagainya. Ketujuh, juga melakukan kerja sama antardaerah, seperti kerja sama dalam hal pemenuhan komoditas pangan strategis. “Setiap item komoditas dikaji oleh setiap daerah, di mana daerah yang kekurangan komoditas bisa mengambil di daerah yang surplus,” terang Tito.
Kesembilan, perlunya mengintensifkan jaringan pengaman sosial, seperti anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT), anggaran Bantuan Sosial (Bansos), anggaran Desa, relokasi Dana Alokasi Umum (DAU), hingga Bansos Pusat. Kesepuluh, Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia perlu mengumumkan inflasi dari provinsi hingga kabupaten/kota.