Hal lain, yang mendasar penyebab kegagalan Indonesia dan menjadi masalah klasik adalah masalah kompetisi domestik, terutama kompetisi yang berjenjang. Sudah menjadi rahasia umum, di Eropa sekalipun, yang maju prestasi sepak bolanya, memiliki kompetisi yang tertata rapi.
“Ke depannya, pembinaan usia dini harus diperhatikan karena ini sebagai fondasi timnas untuk masa depan. Saya pernah bertemu pelatih timnas U-19 Jepang. Dia mengatakan untuk mempersiapkan tim butuh tujuh tahun, dan enam di antarnaya mereka dibina di akademi,” tutur Bima, yang kontraknya berakhir selepas kegagalan ini.
Sekiranya, hal itu kembali ditata, Bima yakin, Indonesia punya peluang kembali berprestasi. Sebab, Bima menyebut, nyaris tak mungkin, dalam sepak bola, mengharapkan hasil yang instan. “Negara-negara yang memiliki sepak bola maju selalu ada pembinaan sepak bola berjenjang sejak usia dini. Di Indonesia, tidak punya itu,” kata Bima.
Yang jelas, kegagalan di Piala AFF 2018 menjadi pelajaran berharga bagi sepak bola Indonesia. Apalagi, dalam waktu dekat Indonesia sudah harus kembali tampil di ajang internasional.
Bukan timnas senior tentu saja, karena Tim Merah Putih memang tak tampil di Piala Asia 2019. Namun, ada dua ajang bergengsi level U-23 yang harus diikuti Indonesia: Piala AFF U-22 dan kualifikasi Piala Asia U-23 2020, Februari dan Maret 2019.
Bagaimana Tim Merah Putih?