Channel9.id-Jakarta. Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme, merusak integritas hukum dan mengancam kebebasan sipil. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Setara Institute, Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/05).
Hendardi mengatakan pokok permasalahan rancangan perpres ini adalah mandat Pasal 43 (I) ayat 1,2, dan 3, yang menyebutkan Tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Sebagai sebuah regulasi turunan dari Pasal 43I, seharusnya penyusunan rancangan perpres tidak boleh melampaui ketentuan yang secara tegas diatur dalam Pasal 43 (I).
”Sebagai sebuah regulasi turunan dari Pasal 43I, maka penyusunan RPrespres tidak boleh melampaui ketentuan yang secara tegas diatur dalam Pasal 43I yang merupakan dasar hukum RPerpres tersebut,” ujarnya.
Hendardi memaparkan, mengacu pada Pasal 43I, maka yang seharusnya disusun oleh pemerintah dalam menerjemahkan mandat delegasi dari norma tersebut adalah menyusun kriteria dan skala ancaman, jenis-jenis terorisme, teritori tindak pidana terorisme, prosedur-prosedur pelibatan, termasuk mekanisme perbantuan terhadap Polri.
“Selain itu, akuntabilitas pelibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme, karena tidak ada mekanisme tanggung gugat atas anggota TNI, ketika melakukan tindak yang melanggar hukum,” jelasnya. .
Namun, rancangan peraturan yang saat ini beredar dinilai keluar jalur dan melampaui substansi norma pada pasal 43 I. Rancangan ini dinilai melanggar Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 dan Pasal 7 ayat 2 dan 3 UU No 34/2004 tentang TNI.
Hendardi melanjutkan, rancangan perpres yang disusun pemerintah mengukuhkan peran TNI secara permanen dengan memberi tugas TNI memberantas terorisme secara berkelanjutan dari hulu ke hilir dan di luar kerangka criminal justice system. Rancangan tersebut juga menekankan pendekatan operasi teritorial dan memberikan justifikasi penggunaan APBD yang merupakan dana penyelenggaraan otonomi daerah.
“Rancangan Perpres juga mengikis kewenangan konsultatif DPR dan kewenangan Presiden untuk mengeluarkan Keputusan Presiden terkait pelibatan TNI dalam operasi militer selain perang.,” jelasnya.
Ia menambahkan, rancangan perpres ini juga mengancam supremasi Konstitusi, mengikis integritas hukum nasional dan mengancam kebebasan sipil warga. Peraturan ini juga berpotensi menghilangkan tugas-tugas yang selama ini dijalankan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) sebagai leading sector dalam pencegahan dan pemulihan atau deradikalisasi.
Selain itu, peraturan ini juga merusak pemberantasan terorisme dalam kerangka sistem peradilan pidana, yang selama ini dijalankan oleh Polri.
Atas dasar itu, Hendardi mendesak DPR dan Presiden Jokowi menolak RPerpres ini, apalagi dibahas di tengah Pandemi Covid-19, yang nyaris mempersempit ruang komunikasi publik dan komunikasi politik yang sehat.