Channel9.id-Jakarta. Himpunan Alumni Perguruan Tinggi Negeri Indonesia bersama Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta menggelar diskusi Omnibus Law.
Diskusi yang digelar di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat khusus membahas “Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM/Koperasi”.
Acara dibuka oleh Deputi IV Kantor Kepala Staf Presiden (KSP) yang juga Ketua Umum IKA Universitas Negeri Jakarta, Juri Ardiantoro PhD, mendatangkan pembicara pengusaha Dr Dewi Motik Pramono, Prof. Dr. Muhammad Firdaus, Dr Handoyo Joedono dari IPB dan Prof. Dr. Dedi Purwana Dekan Fakultas Ekonomi UNJ.
Ketua Umum IKA Universitas Diponegoro, Dr Ahmad Muqowam dalam pengantar diskusi menyampaikan dengan Omnibus Law, pemerintah menantang masyarakat untuk berdiskusi secara serius dengan Omnibus Law ini.
Masih menurut Muqowam, dari pengalamannya di DPR membuat satu UU dengan waktu 3 bulan itu sulitnya bukan main. “Omnibus Law ini mengoreksi 17 Undang-undang tentu saja ini tidak mudah,” katanya.
Jadi menurut mantan politisi PPP ini, pemerintah menantang masyarakat untuk serius, akan tetapi masalahnya ada di DPR. Apakah DPR akan serius, karena sudah pasti Pemerintah akan melakukan total football untuk menggolkan Omnibus Law ini, katanya.
Menurut M Firdaus, banyak peluang yang bisa digarap dengan sistem digitalisasi di UMKM. Hanya saja, produk-produk Cina yang membanjiri e-commerce juga berasal dari usaha kecil. Digitalisasi data inilah yang sampai kini masih berjalan.
Sedangkan pembicara Dedi Permana, menyebutkan bahwa masalah UMKM biasanya ramai dalam.periode politik, setelah itu kemudian banyak dilupakan.
Ini karena masalah UMKM tidak pernah beranjak dari masalah, permodalan, akses pasar yang sulit, perizinan yang berbelit-belit dan rendahnya utilisasi.
Jadi kalau Omnibus Law jika bisa menjawab semua masalah UMKM di atas semua akan jalan. “Apalagi sampai kini di cluster UMKM belum ada yang teriak-teriak, seperti di cluster pekerja,” katanya.
Namun itu semua harus dipastikan, agar Omnibus Law tidak ditumpangi penumpang gelap, dengan liberalisasi yang masuk adalah brand-brand asing, ujar Dedi Purwana.