Channel9.id – Jakarta. Kementerian BUMN mengangkat seorang hakim ad hoc tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Anwar, menjadi Komisaris di Patra Niaga (anak usaha Pertamina).
Direktur Eksekutif Indonesia Law Reform INStitute (ILRINS), Jeppri F Silalahi mendesak Menteri BUMN Erick Thohir membatalkan pengangkatan tersebut. Lantaran, pengangkatan tersebut melanggar sejumlah peraturan tentang rangkap jabatan.
“Kementerian BUMN dan Anwar ini patut diduga secara bersama-sama melanggar peraturan perundang undangan dan mencoreng wajah profesi mulia hakim, karena bisa dipastikan saat ditetapkan sebagai komisaris dalam RUPS Patra Niaga sdr. Anwar masih berstatus sebagai hakim ad hoc. Seharusnya Kementerian BUMN meminta dan memeriksa terlebih dahulu surat resmi keputusan pemberhentian sdr. Anwar sebagai hakim, baru bisa menetapkan sdr. Anwar sebagai komisaris di Patra Niaga,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (3/7).
Menurut Jeppri, Erick Thohir melanggar ketentuan Peraturan menteri BUMN 03/MBU/2012 tentang pedoman pengangkatan anggota direksi dan anggota komisaris anak perusahaan BUMN.
“Yang mensyaratkan calon komisaris tidak sedang menduduki jabatan yang secara peraturan perundang-undangan yang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan dewan komisaris,” katanya.
Sedangkan, Anwar sebagai hakim ad hoc telah melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam UU Pengadilan Tipikor pasal 15 dan Kode Etik serta Pedoman Prilaku Hakim, karena melakukan rangkap jabatan.
“Maka sudah semestinya sesuai sanksi yang diatur Mahkamah Agung/Komisi Yudisial segera memberhentikan dengan tidak hormat yang bersangkutan sebagai hakim karena melakukan tindakan rangkap jabatan,” ujarnya.
Jeppri menyatakan, kendati Anwar sudah mundur sebagai hakim sejak RUPS di Patra Niaga mengangkatnya sebagai komisaris pada 12 Juni 2020. Kemudian, tanggal itu juga Anwar mengajukan pengunduran diri sebagai hakim ad hoc Tipikor melalui Ketua Pengadilan Negeri.
Namun, menurut Jeppri, sahnya pengunduran diri hakim ad hoc, harus melalui aturan dan mekanisme formil yang wajib di penuhi.
“Yakni pemberhentian seorang hakim harus dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung sebagaimana yang diatur dalam UU nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pasal 10 ayat 4,” kata Jeppri.
Dengan demikian, Jeppri meminta Menteri BUMN untuk membatalkan pengangkatan tersebut sebagau bentuk kepatuhan terhadap UU.
“Keberanian membatalkan pengangkatan tersebut merupakan kepatuhan terhadap UU dan membukti kan bahwa pengangkatan itu tidak terkait dengan aroma “imbal jasa” atas kasus-kasus korupsi para dirut BUMN yang dahulu pernah ditanganinya di pengadilan tipikor,” katanya.
“Saya mengingatkan kepada menteri BUMN untuk tidak ugal-ugalan dalam mengambil suatu keputusan. Sebab segala sesuatu tindakan keputusan pejabat negara ada aturan main, jika tidak paham sebaiknya belajar dan bertanya dulu sebelum membuat keputusan,” pungkasnya.
(HY)