Channel9.id, Jakarta – Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir menyoroti sejumlah daerah dengan tingkat inflasi tinggi pada September 2025. Ia menilai, tingginya inflasi di beberapa provinsi dan kabupaten tidak seharusnya terjadi, mengingat wilayah tersebut memiliki akses distribusi barang yang relatif lancar.
“Dalam suatu provinsi dengan inflasi 5,32 persen, tentu sangat terasa bagi masyarakat. Kami mohon perhatian khusus dari gubernur, terutama bagi provinsi yang inflasinya tertinggi,” ujar Tomsi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (6/10/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tertinggi secara tahunan (year-on-year/yoy) terjadi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 5,32 persen, disusul Riau 5,08 persen, Aceh 4,45 persen, Sumatera Barat 4,22 persen, dan Sulawesi Tengah 3,88 persen.
Sementara itu, Papua Pegunungan tercatat memiliki inflasi 3,55 persen—lebih rendah meski kondisi geografisnya jauh lebih menantang.
“Lihat Papua Pegunungan, distribusinya sulit tapi bisa menekan inflasi di angka 3,55 persen. Sementara provinsi lain yang jalur logistiknya lancar justru angkanya tinggi,” sindir Tomsi.
Tomsi juga menyoroti sejumlah daerah dengan inflasi tertinggi di tingkat kabupaten dan kota.
Ia mencontohkan Kabupaten Deli Serdang dengan inflasi 6,81 persen dan Kota Pematang Siantar sebesar 5,84 persen.
“Kalau kepala daerah turun ke pasar dan melihat angka inflasi 6 persen, pasti tahu betapa beratnya masyarakat menghadapi kenaikan harga,” katanya.
Tomsi menilai, hanya sebagian kecil daerah yang mengalami inflasi tinggi, sehingga seharusnya bisa menjadi alarm bagi pemerintah daerah lain untuk bekerja lebih keras.
“Kalau daerah lain bisa mengendalikan, mengapa yang distribusinya lancar justru tidak bisa?” ujarnya dengan nada tegas.
Ia menegaskan, kepala daerah wajib mengevaluasi kinerja dinas terkait apabila tidak bergerak optimal dalam menjaga stabilitas harga pangan.
“Kalau dinasnya tidak bekerja sebagaimana mestinya, ya harus dievaluasi. Kita semua bekerja agar harga barang yang dikonsumsi masyarakat tetap terjangkau,” tegas Tomsi.
Sementara itu, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menambahkan bahwa secara month-to-month (mtm), inflasi tertinggi tercatat di Provinsi Riau, sedangkan secara tahunan, Sumatera Utara menjadi yang tertinggi dengan 5,32 persen.
Sebaliknya, Maluku Utara menjadi satu-satunya provinsi yang mengalami deflasi, yakni -0,17 persen.
“Dari 38 provinsi, terdapat 14 provinsi yang mengalami deflasi dan 24 provinsi mengalami inflasi,” ujar Amalia.
Menutup arahannya, Tomsi menyindir sejumlah kepala daerah yang dianggap pasif dalam pengendalian harga.
“Dari daftar yang kami lihat, ada kabupaten dan kota yang seolah hanya berharap Tuhan Yang Maha Esa, tapi usahanya tidak maksimal,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa pengendalian inflasi bukan hanya urusan pusat, melainkan tanggung jawab bersama seluruh pemerintah daerah.
“Kita meluangkan waktu tiga jam untuk membahas ini demi rakyat. Tujuannya satu: agar barang-barang yang dikonsumsi masyarakat tetap terjangkau dan tidak mengalami kenaikan yang memberatkan,” tutup Tomsi.