Nasional

Inklusi Sosial Perlu Digenjot, DNIKS: Sudah Komit, Implementasi Belum Memadai

Channel9.id-Jakarta. Wacana inklusi sosial dinilai masih jauh dari praktik. Meski komitmen pemerintah kian kuat, implementasinya belum merata. Wakil Ketua Umum Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) Rudi Andries menilai inklusi masih sering berhenti sebagai jargon tanpa menjadi disiplin tata kelola.

“Kita sering melihat inklusi sebagai bahasa yang indah, tetapi belum menjadi kebiasaan kerja. Tantangannya menjadikannya disiplin, bukan slogan,” ujar Rudi, di Jakarta (5/12/2025).

Menurutnya, kelompok rentan—penyandang disabilitas, masyarakat adat, perempuan kepala keluarga, lansia, kelompok minoritas, hingga warga miskin kota—masih menghadapi hambatan struktural dalam mengakses layanan dasar. Karena itu, inklusi harus diarusutamakan sebagai cara berpikir baru dalam merancang kebijakan publik.

Rudi memaparkan delapan langkah strategis agar inklusi benar-benar menjadi arus utama pembangunan. Pertama, mereformasi regulasi yang masih diskriminatif. Ia menilai banyak perda dan aturan sektoral masih memproduksi eksklusi sehingga butuh audit menyeluruh.

Kedua, menghadirkan payung kebijakan lintas sektor yang menjadi standar wajib bagi daerah. “Tanpa pedoman nasional yang mengikat, gerak daerah akan sporadis. Kita perlu bahasa tunggal tentang inklusi sosial,” tegas Rudi.

Ketiga, menjadikan inklusi sebagai indikator kinerja utama (KPI) para pemimpin. Target inklusi harus masuk RPJMN dan RPJMD, lengkap dengan insentif dan sanksi agar tiap sektor bergerak serempak.

Keempat, memperkuat mandat dan kapasitas pemerintah daerah. Ia menekankan pentingnya aparatur yang terlatih, pedoman teknis, hingga alokasi anggaran memadai agar implementasi tidak berhenti di pusat.

Kelima, membangun kemitraan strategis dengan organisasi masyarakat sipil. Rudi menilai suara komunitas—penyandang disabilitas, kelompok perempuan, adat, hingga lembaga advokasi—harus menjadi bagian dari desain kebijakan. “Inklusi tidak bisa dirancang dari balik meja,” katanya.

Langkah keenam adalah mengakhiri kerja sektoral yang terkotak. Ia mendorong pembentukan gugus tugas lintas sektor dengan indikator kinerja bersama agar kebijakan tidak berjalan parsial.

Ketujuh, memastikan inklusi hadir dalam seluruh siklus perencanaan dan penganggaran. Ia mengingatkan bahwa jika desain kebijakan bias, implementasinya pasti timpang.

Terakhir, membangun sistem pendukung dari pusat hingga desa—mulai dari data terpilah, mekanisme pengaduan, layanan rujukan inklusif, hingga dashboard pemantauan. Sistem ini memastikan inklusi tidak bergantung pada siapa pemimpinnya.

Rudi menutup dengan menegaskan bahwa inklusi adalah ukuran peradaban. “Negara harus memastikan semua warga punya kesempatan yang sama untuk tumbuh dan hidup bermartabat,” pungkasnya.

Baca juga: Danantara dan Agenda Besar Membangun Kedaulatan Protein Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =