Channel9.id, Jakarta – Baru-baru ini, akses menuju sistem Coretax yang diinisiasi Luhut B. Pandjaitan telah dihentikan sementara karena banyak terjadi kendala dirasakan oleh Wajib Pajak. Para pekerja di bidang pajak pun merasa kesulitan dalam mengakses Coretax sedari sistem tersebut meluncur pada 1 Januari 2025. Sekalipun dapat mengaksesnya, namun tidak dapat menggunakan layanan.
Buntutnya, Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) melaporkan dugaan korupsi mega proyek aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran fantastis, yakni lebih dari Rp1,3 triliun. Laporan ini langsung dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (23/1/2025).
Padahal, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan yakin implementasi sistem Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bisa menambah penerimaan negara hingga Rp1.500 triliun dalam lima tahun ke depan.
Hal ini disampaikan Luhut ketika berkunjung ke kantor pusat DJP pada Selasa (14/1). Ia menyatakan kekagumannya terhadap digitalisasi dalam rangka mempercepat transformasi ekonomi yang dilakukan oleh tim Sri Mulyani ini.
“Saya memberi apresiasi kepada Kementerian Keuangan atas pelaksanaan Coretax. Meskipun masih dalam tahap transisi, saya yakin sistem ini lambat laun akan berjalan dengan baik,” ujar Luhut dalam keterangan.
Selain itu, implementasi Coretax diproyeksikan dapat meningkatkan tax ratio Indonesia sebesar 2 persen dan menutup tax gap sebesar 6,4 persen dari PDB.
Coretax adalah sistem akuntansi terintegrasi yang berisi data perpajakan secara menyeluruh. Pembangunan Coretax merupakan bagian dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018.
Sistem itu mengintegrasikan seluruh proses bisnis inti administrasi perpajakan, mulai dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak.
Namun, baru diuji coba saja Coretax sudah bermasalah. DJP pun sudah menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat yang mengeluhkan Coretax sulit diakses.
“Kami melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaran Rp1,3 triliun lebih,” kata Ketua Umum (Ketum) Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Rinto Setiyawan di Jakarta, dikutip Jumat (24/1).
Rinto menyampaikan, pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu pada tahun anggaran 2020-2024.
“Tadi diterima di Dumas II (Direktur Pelayanan Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat KPK), kami menyerahkan laporan satu bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan aplikasi Coretax,” ujarnya.
Rinto mengungkapkan, pihaknya sebenarnya telah menyiapkan empat alat bukti. Pertama, dokumen di antaranya surat, pengumuman tender, dan Keputusan Dirjen Pajak.
Kedua, bukti petunjuk, yang merupakan bukti-bukti pemberitaan berbagai media massa, termasuk daring terkait berbagai permasalahan aplikasi Coretax.
“Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi coretax error dan kendala-kendala terkait penggunaan aplikasi coretax yang telah dilaporkan oleh wajib pajak yang kepada IWPI,” katanya.
Sementara itu, dua bukti ketiga dan keempat yang telah dipersiapkan IWPI berupa saksi dan ahli, jika KPK memerlukannya.
“Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan,” ucapnya.
Rinto menjelaskan, tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi senilai lebih Rp1,3 triliun itu menjadi indikasi awal terjadi dugaan terjadinya korupsi dalam proyek Coretax. Adapun Coretax diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025 tersebut.
“Sampai saat ini banyak anggota kami dari IWPI, dari wajib pajak di seluruh Indonesia masih menemukan banyaknya malfungsi aplikasi Coretax ini,” tandasnya.
Persoalan di atas kian bertambah pelik, setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 menyatakan bahwa aplikasi Coretax bermasalah.
“Untuk 790 pajak-pajak tertentu itu boleh menggunakan aplikasi yang lama,” ujarnya.
Menurut Rinto, kondisi itu sangat janggal karena Coretax dinyatakan sangat canggih dengan biaya yang sangat mahal. Terlebih, wajib pajak besar malah justru diperbolehkan ke sistem pajak lama.
Semestinya, dia menjelaskan, situasi itu dibalik. Sebanyak 790 pajak tertentu seharusnya memakai Coretax, sedangkan wajib pajak yang dianggap kecil dapat menggunakan aplikasi yang lama.
“Yang kita laporkan sekarang ini adalah Dirjen Pajak,” tandasnya