Oleh: Muhammad Zakiy*
Channel9.id-Jakarta. Dalam dunia yang semakin cepat dan saling terhubung seperti saat ini, pentingnya profesionalisme tidak dapat diabaikan. Saya meyakini bahwa Islam tidak hanya mendorong, tetapi juga mewujudkan semangat profesionalisme, dengan menciptakan peta jalan menuju kesuksesan bagi para pengikutnya. Menjadi profesional merupakan kewajiban (fardhu ‘ain) bagi setiap muslim dalam bekerja.
Menjadi profesional dalam bekerja, tak terbatas apapun posisi yang kita tempati, baik sebagai atasan, bawahan, manajer maupun karyawan biasa. Menjadi profesional bukan berarti kita bekerja tanpa henti atau populer dengan istilah workaholic, namun menjadi profesional dapat dilakukan secara proporsional untuk mengembangkan diri secara pribadi dan memberikan manfaat tidak hanya untuk diri sendiri, namun bagi institusi, masyarakat serta lingkungan sekitarnya.
Profesionalisme adalah komitmen terhadap keunggulan, integritas, dan perilaku etis dalam bidang yang sudah kita dipilih. Dengan memiliki semangat profesionalisme, kita melibatkan etos kerja yang tekun, pembelajaran berkelanjutan, dan dedikasi yang tulus terhadap pelayanan kepada orang lain. Nilai-nilai ini tercermin dalam tradisi Islam, dengan al-Quran dan ajaran nabi Muhammad SAW memberikan pedoman yang mendalam tentang bagaimana seorang muslim harus berperilaku dalam kehidupan pribadi dan profesionalnya. Hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara itqan (professional)”. (HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334).
Islam mengajarkan bahwa apa pun tugas yang diemban seseorang, harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, dengan ketulusan dan keinginan untuk memberikan dampak positif pada masyarakat. Selain itu, ajaran Islam menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis dan berinteraksi dalam organisasi. Muslim didorong untuk menjadi orang yang dapat dipercaya, berkomitmen, dan memperlakukan orang lain dengan rasa hormat dan martabat.
Adalah Peter M. Blau, ahli psikologi dalam bukunya Social Exchange Theory mengatakan bahwa jika kita mau diperlakukan baik oleh orang lain, maka kita juga harus memperlakukan orang lain secara baik. Dengan berperilaku secara profesional, maka akan memberi keuntungan kepada kita secara pribadi, seperti kisah Rasulullah SAW yang bekerja secara profesional sehingga banyak pedagang yang mau bekerjasama dengan beliau.
Selain itu, prinsip profesional juga akan menjadi sebuah kebiasaan yang dapat membentuk budaya organisasi yang kuat, sehingga organisasi memiliki keunggulan bersaing. Nilai-nilai ini tidak hanya berkontribusi terhadap pembentukan hubungan profesional yang kuat dan berkelanjutan, tetapi juga membangun lingkungan kepercayaan dan kerja sama dalam organisasi secara lebih luas.
Belakangan semangat profesionalisme banyak dilupakan oleh seorang muslim dalam bekerja. Ketidak profesionalan dalam bekerja ditunjukkan dari perilaku bekerja sekadar berdasarkan kontrak kerja tanpa memberi kontribusi lebih bagi organisasi, tidak melakukan pembelajaran dan update skill diri, penyalahgunaan jabatan, bahkan melalaikan tanggungjawab utama, termasuk melakukan tindakan tidak etis serta perilaku korupsi yang membentuk budaya negatif dari sebuah organisasi. Allah SWT berfirman: “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” [QS At-Taubah Ayat 105]. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab pandangan bahwa orang Islam tidak lebih profesional dibandingkan yang lain.
Menjawab kekhawatiran ini, seorang muslim perlu menanamkan prinsip profesionalisme dalam bekerja pada dirinya sendiri, karena yang dapat mengubah diri kita adalah diri kita sendiri. Beberapa langkah yang dapat dilakukan agar memiliki semangat professional dalam bekerja di antaranya:
1.Selalu menjadi pembelajar. Ungkapan yang terkenal dari Steve Jobs yang merupakan pendiri salah satu brand raksasa yaitu ‘Apple’ berkata “Stay Hungry Stay Foolish” menunjukkan bahwa manusia harus selalu merasa kurang dan selalu merasa bodoh agar kita menyadari bahwa kita harus melakukan pembelajaran secara berkelanjutan. Dalam Islam diharuskan melakukan pembelajaran sepanjang hayat dan peningkatan secara berkelanjutan. Seorang Muslim didorong untuk mencari ilmu, memperoleh keterampilan baru, dan beradaptasi dengan perubahan. Komitmen seyogyanya dijaga agar pertumbuhan pribadi dan profesional sepenuhnya sejalan dengan semangat profesionalisme, yang mendorong individu untuk tetap terupdate, berinovasi, dan memberikan kontribusi positif pada bidang yang mereka geluti dalam organisasinya.
2. Fokus menjadi pemimpin. Hanya pemimpin yang baik yang dapat memimpin anggota yang baik dan anggota yang baik dibentuk dari pemimpin yang baik. Pemimpin yang dimaksud dalam hal ini adalah setiap orang dalam organisasi harus merasa menjadi pemimpin sehingga mereka merasa memiliki tanggungjawab atas kemajuan organisasi. Hadits Nabi Muhammad saw: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)”. Seorang pemimpin tentu saja memiliki tanggungjawab yang lebih besar dibandingkan anggotanya, sehingga individu yang memosisikan dirinya sebagai pemimpin seharusnya memiliki semangat profesionalisme yang lebih tinggi.
3. Belajar melayani. Dengan melayani bukan berarti kita seorang pelayan, justru kita melayani karena kita memiliki energi positif yang besar sehingga harus membantu orang lain untuk berkembang. Dave Ulrich, profesor bidang manajemen sumber daya manusia menyebutkan istilah employee champion yang ditujukan pada individu yang menciptakan lingkungan kerja yang positif, inklusif, dan mendukung sebagai asset dalam sebuah organisasi. Islam menempatkan penekanan yang kuat pada pentingnya melayani orang lain dan berkontribusi untuk kesejahteraan anggota organisasi. Rasa tanggung jawab sosial ini melekat dalam ajaran Islam dan mendorong muslim untuk menggunakan keterampilan dan keahlian profesional mereka untuk kemajuan organisasi. Dengan mengadopsi semangat profesionalisme, Muslim dapat memanfaatkan bakat mereka untuk mengatasi tantangan sosial, mempromosikan keadilan, dan bekerja menuju kebaikan bersama.
Beberapa langkah di atas perlu dilakukan secara konsisten oleh seorang pekerja dalam organisasinya, walaupun tidak mudah untuk dipraktikkan dengan menjadi profesional yang konsisten.
Kendala yang seringkaldi dihadapi yaitu kurangnya pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip Islam yang terkait dengan dunia kerja, budaya yang memengaruhi pandangan tentang profesionalisme, bahkan karakteristik pribadi yang mendasarinya.
Secara keseluruhan, ajaran Islam memberikan pondasi yang kokoh bagi Muslim untuk berkembang dalam upaya profesional mereka. Nilai-nilai integritas, keunggulan, dan pelayanan kepada orang lain menjadi beberapa kunci. Dengan mewujudkan prinsip-prinsip profesionalisme, seorang Muslim dapat memberikan kontribusi positif bagi organisasi, mempromosikan harmoni dalam masyarakat, dan menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak yang sama.
Integrasi nilai-nilai Islam dengan etika profesional akan menciptakan jalan menuju masa depan yang lebih cerah, ditandai oleh kesuksesan, kemakmuran, dan komitmen bersama untuk keunggulan. Untuk itu, sebagai seorang Muslim, diharapkan memiliki semangat profesionalisme untuk menunjukkan wajah Islam yang berkemajuan.
Baca juga: Human Dignity
*Dosen Program Studi Ekonomi Syariah UMY; Mahasiswa S3 Program Studi Perekonomian Islam & Industri Halal UGM