Nasional

Izin Lokasi Reklamasi Teluk Benoa Ditentang Nelayan

Channel9.id– Jakarta, Izin lokasi yang dikhawatirkan menjadi izin reklamasi Teluk Benoa Bali, yang diteken Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada 29 November 2018 diprotes oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia. 

Dalam keterangan persnya kepada Channel9.id Martin Hadiwinata Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, menyatakan Izin Lokasi menjadi dasar untuk dapat kembali mengulang analisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL untuk mendapatkan Izin Lingkungan.

Tindakan menerbitkan Izin Lokasi oleh Menteri Susi Pudjiastuti jelas mencideraiaspirasi besar dan perjuangan panjang masyarakat Bali dalam menolak rencanareklamasi di Teluk Benoa, hingga membangkitkan kembali ancaman pertambangan pasir di perairan Selat Alas di Provinsi Nusa TenggaraBarat (NTB).

Menurut KNTI, izin Lokasi teluk Benoa diperkirakan mencapai luasan 700 hektar dengan prakiraan kasar, jumlah material pasir urugan akan mencapai 443 juta m3 pasir urukan. Jumlah pasir urukan ini akan berdampak langsung kepada kegiatan perikanan nelayan tradisional di provinsi NTB dimana Perda nomor 12 tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi NTB tahun 2017-2037 telah menetapkan adanya wilayah pertambangan pasir laut.

Diduga keras, wilayah tambang pasir laut tersebut akan menjadi sumber material bagi reklamasi Teluk Benoa. Sehingga terbitnya izin lokasi baru tidak hanya mengancam adanya reklamasi di Teluk Benoa termasuk juga penambangan pasir di perairan Lombok Timur, ujar Amin Abdullah Ketua KNTI Povinsi Nusa Tenggara Barat.

Padahal jika mengacu pada Peraturan MenteriKelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28/PERMEN-KP/2014 Tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 13 ayat 3 menyebutkan kewenangan Menteri untuk menolak dan tidak menerbitkan persetujuan terbitnya Izin Lokasi Reklamasi.

Menteri Susi Pudjiastuti dapat menggunakan dasar penolakan berupa tiadanya dasar lokasi kesesuaian reklamasi dengan RZWP3K karena hingga hari ini RZWP3K masih belum terbit (Pasal 11 ayat (3) PErmen KP28/2014) hingga hak masyarakat Bali dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Pasal 60 ayat (1) UU No. 1/2014). 

Ditambah lagi, dalam penyusunan Rancangan PeraturanDaerah (Ranperda) Provinsi Bali Tentang  Rencana Zonasi Wilayah Pesisirdan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), mayoritas masyarakat Bali secara tegas menolak reklamasi dan mengusulkan wilayah Teluk Benoa ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan.

Jika Teluk Benoa ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan di dalam Ranperda RZWP-3-K Provinsi Bali, maka, reklamasi secara mutlak tidak dapat dilakukan di wilayah tersebut. Aktivitas yang boleh dilakukan dalam wilayah konservasi hanya terbatas pada kegiatan penelitian, pemanfaatan untuk pelestarian laut dan perikanan berkelanjutan.

Kecuali, dalam forum konsultasi RZWP-3-K antara Pemprov Bali dan KKP terjadi manuver politik yang bertujuan untuk merubah status alokasi ruang di Teluk Benoa menjadi Zona Pemanfaatan Umum. Maka, alasan penerbitan izin lokasi yang dikeluarkan oleh Menteri Susi menjadi sangat terang. Bisa dipastikan, masukan dari masyarakat Bali tentang penetapan Kawasan Konservasi Laut Teluk Benoa telah diabaikan dalam proses penyusunan RZWP-3-K tersebut.

Seperti mengulang kejadian pemberian izin lokasi pada 25 Agustus 2014. Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah pimpinan Sharif Cicip Sutarjo menerbitkan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang diberikan kepada PT. TWBI. Padahal, izin lokasi reklamasi dinyatakan secara nyata telah tidak berlaku sejak tanggal 25 Agustus 2018 lalu. Ketidakberlakukan izin lokasi tersebut, berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Perpres No.122/2012 yang mengatur bahwa masa berlaku dari izin lokasi reklamasi adalah 2 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 2 tahun. 

Penerbitan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan Menteri Susi jelas menyalahi aturan. Karena, proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi Bali masih berlangsung dan belum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Izin yang diberikan harus menyesuaikan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah RZWP-3-K yang telah disahkan.

Secara tegas, izin lokasi yang dikeluarkan oleh Menteri Susi akan membuka peluang baru bagi pelaksanaan Reklamasi Teluk Benoa termasuk bangkitkan ancaman tambang di perairan NTB. Hal ini menunjukkan jargon menyelamatkan laut dan ekosistem hanyalah gincu di bibir sementara proyek reklamasi menjadi ancaman terhadap pemulihan ekosistem pesisir dan laut. 

Edy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =