Channel9.id – Jakarta. Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan yang diajukan mantan Menkominfo, Johnny G Plate dalam kasus dugaan korupsi proyek menara base transceiver station (BTS) 4G. Jaksa meminta sidang kasus ini dilanjutkan ke pemeriksaan saksi.
Hal itu disampaikan jaksa dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kemenkominfo tahun 2020-2022. Dalam sidang ini, Johnny duduk sebagai terdakwa.
“Dengan demikian, dalil keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa tersebut tidak berdasar hukum dan harus dikesampingkan atau tidak diterima,” kata jaksa saat membaca tanggapan dalam sidang di PN Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023).
“Oleh karena itu, maka kami JPU memohon agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan: menolak keberatan atau eksepsi terdakwa dan penasihat hukum terdakwa Johnny G Plate untuk seluruhnya,” lanjutnya.
Menurut jaksa, eksepsi Johnny G Plate telah masuk ke pokok perkara dan surat dakwaan Plate telah sesuai dengan aturan hukum. Jaksa meminta perkara Johnny G Plate dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi.
“Menetapkan pemeriksaan Terdakwa Johnny G Plate tetap dilanjutkan,” ucapnya.
Jaksa juga meminta hakim menolak eksepsi yang diajukan eks Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif. Menurut jaksa, surat dakwaan Anang sudah cermat dan memenuhi syarat formil.
Selain Johnny, terdakwa lain dalam sidang hari ini juga menyampaikan eksepsinya. Mereka di antaranya Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto.
Mereka mengajukan nota keberatan atas surat dakwaan JPU Kejagung yang menyebutkan ketiganya telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun dalam proyek BTS 4G tersebut.
Melalui para pengacaranya, Jhonny Plate dan kawan-kawan melawan balik dakwaan JPU melalui eksepsi yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).
Dalam eksepsi, pengacara Johnny Plate, Achmad Cholidin menyatakan keberatan jika kliennya dituding memiliki niat koruptif dalam melaksanakan pengadaan proyek BTS 4G di Kemenkominfo.
Achmad memprotes narasi yang menyebut seakan-akan rencana pembangunan 7.904 tower BTS 4G pada 2021-2022 dicetuskan tanpa kajian.
Ia juga menepis tudingan bahwa proyek pembangunan menara pemancar itu bertujuan merampok uang negara. Menurut Achmad, pengadaan BTS 4G di Kominfo merupakan wujud pelaksanaan dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Padahal, faktanya pengadaan BTS 4G 2021-20222 adalah penjabaran pelaksanaan arahan Presiden RI yang disampaikan dalam berbagai rapat terbatas dan rapat internal kabinet,” kata Achmad di ruang sidang Hatta Ali, Selasa lalu.
Adapun Johnny G Plate disebut Jaksa telah menerima Rp 17.848.308.000. Kemudian, Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif mendapatkan Rp 5.000.000.000.
Selanjutnya, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan mendapatkan Rp 119.000.000.000. Lalu, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto menerima Rp 453.608.400.
Lebih lanjut, Windi Purnama yang merupakan orang kepercayaan Irwan Hermawan mendapatkan Rp 500.000.000, lalu, Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP), Muhammad Yusrizki menerima Rp 50.000.000.000 dan 2.500.000 dollar Amerika Serikat.
Selanjutnya, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp 2.940.870.824.490. Kemudian, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp 1.584.914.620.955.
“Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp 3.504.518.715.600,” papar Jaksa.
Sementara itu, Windi Purnama disangka melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Dirut PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki yang menjadi tersangka kedelapan dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 jucto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hingga kini, keduanya masih dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung.
Atas perbuatannya, Johnny dkk disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
HT