Oleh: Tim Rumah daulat Buku (Rudalku)
Channel9.id – Jakarta. Setelah sekian lama hidup satu kamar, satu blok di tahanan Cipinang, Kristianto melihat baik-buruk sesama ikhwan. Ada kebaikan yang bisa ia teladani. Ada keburukan yang membuka sifat kemanusiaan rekannya.
“Masalah makanan atau air minum sama saudara sendiri berantem, gak sabar,” tutur Kristianto.
“Kalau cita-citanya bagus, lurus, gak begini. Di penjara ya terima, diam, mengaji, gak perlu meributkan yang aneh-aneh. Ada yang bilang gak boleh baik sama sipir. Ada pula yang pinjam hape sama sipir untuk menelepon keluarga,” ucapnya.
Kristianto satu kamar dengan amir termasuk dengan Abu Umar, amir JAD Jawa Timur. “Abu Umar belum NKRI, tapi sudah lunak, bisa diajak ngobrol.”
Baca juga: Jalan Jihad Penjual Siomay Literasi (4)
Ia juga terkesan dengan sosok rekannya yang pernah satu kamar yang ia kira keras, yakni Irfan asal Probolinggo. Setelah mengobrol, Kristianto merasa Irfan layak menjadi teman diskusi.
Saat para ikhwan mendapat buku dari BNPT, ada yang tidak mau baca, menyobek, membuat, atau membakar. Tapi ia dan Irfan menyimpan untuk dibaca.
“Meski ada yang bilang, jangan dibaca, nanti terpengaruh. Tapi, pikiran saya saat ini, kalau pengaruh baik, ya tidak apa-apa,” ucapnya.
Saat membaca buku dan menemukan hal-hal penting, Kristianto mencatatnya. Saat ada yang berpandangan bahwa thogut digambarkan seperti sikap raja firaun, maka ia bertanya-tanya dalam hatinya, apakah Presiden mengaku dirinya sebagai tuhan.
Saat ada tawaran menjadi justice collaborator (JC), Kristianto bertanya maksudnya, “Apakah menjadi mata-mata?” Jika itu yang dimaksud, ia merasa tidak mungkin dirinya menjadi JC karena semua rekannya sudah tertangkap; apa yang mau dibongkar.
Tapi, saat disidik ia kooperatif dan menjawab tidak bertele-tele. Akhirnya, permohonan JC-nya disetujui, dan mengurangi masa hukumannya. Selain JC, pengajuan pembebasan bersyarat (PB)-nya pun disetujui. Akhirnya, dari vonis 3,5 tahun, ia menjalani hukuman 2,5 tahun.
Berwirausaha Sembari Berliterasi
Setelah bebas pada November 2020, Kristianto memilih tinggal di Sukoharjo dengan aktivitas wirausaha siomay. Selain membina keluarga bersama Sri Winarti yang sudah dikaruniai tiga orang buah hati, yakni Farah Hasanah Kristianto, Syafira Zarifa Kristianto, dan Shobri Mursayi, Kristianto juga menikah lagi membina rumah tangga dengan Yulianti, pada 2020.
Pada awalnya, ia lebih sering tinggal di desa Siwal, Sukoharjo, bersama Sri Winarti. Tapi, karena Sri Winarti sudah mandiri, ia pun lebih sering tinggal bersama Yulianti di dusun Krampakan, kelurahan Mayang Kartasura, Sukoharjo.
Kini hari-harinya yang dilalui berjualan keliling menjajakan ‘siomay literasi‘, Kristanto bertekad untuk mewarnai hidupnya bersenyampang dengan pengabdian. Walau hanya semampu yang dia bisa lakukan, Hidup hanya sekali dan harus berati, setelah itu mati.
Keterlibatan Kristanto dalam jaringan literasi Rumah Daulat Buku (Rudalku) membuatnya kembali merasakan hidup lebih bermakna. Dia sadar inilah ladang jihad barunya untuk bertekun menghidupi keluarganya seraya menumpahkan potensi semampunya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama.
Ia berpandangan dengan membaca orang bisa tercerahkan. Ya, menjadi “ikhwan rudaller” (sapaan untuk ikhwan yang bergabung bersama Rudalku) memberikan pengalaman baru bagi dirinya.
“Meski saya bukan orang yang berilmu, tapi dari pengalaman itu bisa berguna untuk banyak orang,” ujarnya.