Channel9.id – Jakarta. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menganggap masuk akal apabila putusan MK mengenai gugatan batas usia capres-cawapres dibatalkan. Menurutnya, Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dapat menjadi dasar untuk membatalkan putusan kontroversial tersebut.
“Jadi setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya. Kan, permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan. Dengan merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman, (pasal) 17 yang ayat 7-nya,” kata Jimly dalam sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, (1/11/2023).
Jimly menjelaskan soal kemungkinan putusan MK tersebut dibatalkan. Ia mengatakan para pelapor harus bisa meyakinkan lembaga penegak etik dan para hakim dalam argumentasi mereka.
“Intinya, pertama bagaimana Anda meyakinkan lembaga penegak kode etik, mengurusi perilaku para hakim, lalu membatalkan putusan,” kata Jimly kepada wartawan usai sidang.
Meski begitu, ia masih belum yakin untuk membatalkan putusan MK tersebut, meskipun argumentasi para pelapor masuk akal.
“Ini kan soal putusan MK, ini kan kita pakai teori-teori ini. Kalau Anda tanya, apakah saya sudah yakin, saya belum yakin. Dari profesor Denny, sudah paling logis itu. Cuma saya belum yakin, kita ini ditugasi menegakkan kode etik perilaku hakim. Kok, kita disuruh menilai putusan MK, itu bagaimana?” jelas Jimly.
Adapun dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan pada Pasal 17 Ayat 3 dan 4 bahwa ketua majelis hingga hakim anggota harus mengundurkan diri jika ada hubungan kekeluargaan dalam perkara yang ditangani.
Kemudian, pada pasal 5 juga dijelaskan ketentuan yang sama juga berlaku untuk hakim atau panitera yang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
Selanjutnya, pada ayat 6 dijelaskan keputusan dinyatakan tidak sah jika melanggar ketentuan ayat 5.
“Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi ayat 6.
Sementara pasal 17 ayat 7 disebutkan bahwa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dan 6 diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.
Dugaan pelanggaran kode etik muncul setelah Anwar Usman dan para hakim konstitusi lainnya dilaporkan atas dugaan melanggar etik saat memutuskan batas usia capres-cawapres. Mereka dianggap memuluskan jalan bagi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming, untuk maju sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024.
Gibran adalah putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus keponakan dari Ketua MK Anwar Usman. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan tentang kemungkinan konflik kepentingan.
Untuk mengatasi dugaan pelanggaran kode etik ini, Mahkamah Konstitusi telah membentuk Majelis Kehormatan atau MKMK untuk memeriksa laporan-laporan tersebut. Majelis Kehormatan ini akan bertugas memastikan bahwa ada transparansi dan keadilan dalam penanganan dugaan pelanggaran kode etik ini.
MKMK terdiri dari tiga orang, yaitu mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, akademisi dan pakar hukum tata negara Bintan Saragih, dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams. Saat ini, sudah terdapat 18 laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh sembilan hakim MK.
Baca juga: Dilaporkan Rangkap Jabatan, Ini Respons Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie
HT