Channel9.id – Jakarta. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel dalam negeri dan larangan ekspor mineral mentah atau bijih (ore) nikel, meskipun mendapat penolakan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Uni Eropa (UE). Pasalnya, sejak kebijakan ini digulirkan, Indonesia mendulang keuntungan yang sangat besar.
Tercatat, nilai ekspor nikel pada 2022 menembus angka US$ 33 miliar atau mencapai Rp 514,3 triliun. Realisasi itu naik signifikan dari tahun 2021 yang hanya mencapai US$ 20,9 miliar, bahkan dari tahun 2018-2019 hanya sebesar US$ 3,3 miliar.
Sebagaimana diketahui, pengembangan hilirisasi nikel di dalam negeri mendapat penolakan dari berbagai pihak. Terlebih lagi soal kebijakan larangan ekspor mineral mentah seperti nikel.
Misalnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang mendesak Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel. Selain itu, IMF juga meminta Pemerintah RI untuk tidak memperluas nikel untuk komoditas lain.
Desakan IMF ini disebutkan dalam Article IV Consultation. Menurut IMF, kebijakan hilirisasi perlu mempertimbangkan masalah analisa biaya dan manfaat. IMF mengingatkan agar kebijakan hilirisasi menimbulkan dampak negatif bagi negara lain.
Tak hanya IMF, protes juga berhembus dari Uni Eropa (UE). Mereka meluncurkanĀ Enforcement RegulationĀ untuk meminta konsultasi kepada stakeholder seperti industri pengguna bijih nikel dari Indonesia.
Jika dari Enforcement Regulation ini terindikasi case kerugian pada industri di UE atas kebijakan negara lain termasuk Indonesia, maka UE akan menerapkan kebijakan balasan seperti bea masuk pada barang-barang impor dari Indonesia.
Namun, Presiden Jokowi memperlihatkan sikap tak gentar atas ancaman-ancaman UE maupun IMF itu. Berkali-kali, Presiden Jokowi menegaskan bakal melanjutkan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah ke luar negeri.
Sebab, kata Jokowi, larangan ekspor nikel mentah telah membuat Indonesia mendapatkan lompatan nilai tambah yang signifikan.
“Ini baru nikel, bauksit kemarin kita umumkan di Desember setop juga mulai Juni 2023 dan akan kita industrialisasikan di dalam negeri saya gak tahu lompatannya tapi kurang lebih Rp20 menjadi Rp60 – Rp70 triliun,” tegas Jokowi.
Presiden Jokowi menilai, negaranya memiliki peluang yang sangat besar. Hal ini terlihat dari proyeksi nilai investasi dalam peta jalan hilirisasi Indonesia yang mencapai US$ 545,3 miliar atau Rp8.128 triliun (kurs Rp14.900 per US$).
Indonesia juga tercatat sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia pada 2022 yakni mencapai 21 juta metrik ton. Dengan demikian, Indonesia menyumbang 21 persen dari total cadangan nikel global sepanjang tahun lalu.
Berdasarkan laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia pada 2022. Produksi nikel di dunia diperkirakan mencapai 3,3 juta metrik ton pada 2022. Jumlah itu meningkat 20,88 persen dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 2,73 juta metrik ton.
Berdasarkan data tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto menyebut nilai tambah dari hilirisasi nikel di dalam negeri tahun ini ditargetkan bisa naik lagi.
“Kenaikannya ditargetkan mencapai US$ 38 miliar atau Rp592,2 triliun (kurs Rp15.585 per US$) pada tahun 2023. (Tahun ini) sekitar US$ 35-38 miliar,” kata Seto, dikutip CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Ia menuturkan, kenaikan nilai tambah hilirisasi nikel yang sangat signifikan ini dipicu oleh bertambahnya volume ekspor produk hasil turunan nikel.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Berdampak Positif, Indonesia Raih Untung Besar
Baca juga: Eropa Boleh Gugat Larangan Ekspor Nikel, Presiden Tak Perlu Takut
HT