Channel9.id-Jakarta. Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) yang menaungi ratusan UMKM bekerja sama dengan Kadin Jawa Barat (Jabar) mengadakan Webinar bertajuk ‘Merek Kolektif untuk Memenangkan Persaingan Global’ pada Jumat 18 Desember 2020 malam.
Webinar ini mengundang Ketua Kadin Provinsi Jabar Drs. Cucu Sutara, M.M sebagai keynote speaker serta dua narasumber yakni Kepala Bidang Antar Lembaga PBA Dr. Dewi Tenty, S.H, M.H, M.Kn dan Ketua Kadin Kota Bandung Ir. Iwa Gartiwa, M.M.
Dalam sambutannya, Ketua PBA Dr. Ary Zulfikar, S.H., M.H. alias Azoo menyampaikan, PBA sebagai suatu komunitas yang concern terhadap UMKM, melihat banyak peluang yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas para anggotanya. Salah satunya dengan menjelaskan pentingnya menciptakan produk bersama yang bernaung dalam suatu merek kolekif.
“Karena itu, para narasumber yang saya kira ahli di bidangnya bisa menjelaskan apa itu merek kolektif. Juga bagaimana bisa memasarkan produk dalam naungan satu merek kolektif untuk mendorong industri kreatif para pelaku UMKM,” kata Azoo.
Baca juga : PBA Hadirkan Produk UMKM Di Lapangan Golf
Ketua Kadin Provinsi Jabar Drs. Cucu Sutara memberikan apresiasi untuk PBA karena usaha-usaha yang sudah dilakukan untuk mengembangkan kemampuan pelaku UMKM. Menurut Sutara, kehadiran PBA sangat membantu Kadin untuk mengembangkan potensi pelaku UMKM, terutama pelaku UMKM yang ada di Jawa Barat.
“Ke depan kita butuh PBA , kemarin teman-teman dari eskportir menginformasikan butuh dukungan produk-produk dari pelakus bisnis di Daerah Jawa Barat. Artinya ini peluang untuk teman-teman yang bernaung dalam PBA untuk mengambil peluang pasar itu,” kata Sutara.
Kadin pun berharap dengan adanya PBA, para pelaku UMKM khususnya di Jawa Barat, bisa memanfaatkan dan mengambil potensi pasar di provinsi sendiri. Lantaran, selama ini, potensi pasar strategis yang ada di Jawa Barat belum dimanfaatkan oleh orang-orang Jawa Barat. Potensi pasar yang luas itu sebagian besar masih dikuasai oleh orang-orang dari luar Jawa Barat.
“Saya melihat ini aspek strategis Jawa Barat. Kalau kita lihat dari sini, jumlah penduduk Jawa Barat ada sekitar 50 juta, ini kan pasar potensial. Tapi potensi itu direbut dari tangan orang Jawa Barat, terutama di sektor pangan. Nah ini hasus menjadi perhatian kita. Ke depan potensi yang luas ini harus menjadi target kita untuk dimanfaatkan,” kata Sutara.
Dr. Dewi Tenty, S.H, M.H, M.Kn menyampaikan, para pelaku UMKM akan sulit menjangkau pasar yang lebih luas jika masih bekerja sendiri-sendiri. Dibutuhkan suatu kerja sama antar pelaku UMKM untuk meningkatkan produktivitas dan menjangkau pasar internasional. Salah satunya, para pelaku UMKM bisa bekerja sama untuk menciptakan produk/jasa dalam naungan suatu merek kolektif.
“UMKM banyak sekali, ini tidak akan berdampak maksimal kalau masih parsial dan bekerja sendiri-sendiri. Kita produksi sendiri-sendiri, kita beriklan sendiri-sendiri, kita jualan sendiri-sendiri. Pelaku UMKM juga tidak memiliki banyak kuota untuk produknya. Makanya kalau produknya habis sedangkan ada yang membeli itu akan menganggu kontinuitas. Padahal, kontinuitas itu diperlukan untuk masuk dalam segmen pasar yang lebih luas. Hari ini barangnya ada, besok tidak ada. Keadaan itu untuk pasar tidak bagus,” kata pemerhati UMKM ini.
Menurut Dewi, dengan membentuk merek kolektif, para pelaku UMKM bisa mengatasi masalah-masalah tersebut. Namun, sebelum membentuk merek kolektif, para pelaku UMKM perlu membuat atau bergabung dalam sebuah perkumpulan yang bisa dalam bentuk koperasi atau badan usaha. Nantinya, para pelaku UMKM dan pengurus perkumpulan akan melakukan suatu perjanjian untuk menentukan tanggungjawab masing-masing.
“Untuk membuat Merek kolektif pertama berkumpul para pengusaha menjadi satu. Kemudian ada pengurus perkumpulan. Kemudian terjadi perjanjian antara mereka untuk bisa diterima. Perjanjian ini sangat penting dan harus dilakukan, supaya tidak merugikan satu sama lain,” kata Dewi.
Berdasarkan perjanjian itu, kedua pihak akan menjalankan tugasnya masing-masing. Biasanya, pengurus perkumpulan akan mengurus hal-hal administrasi seperti perizinan dan mendaftarkan merek kolektif ke badan hukum terkait. Bahkan, mengurus soal pemasaraan produk.
“Pokoknya semua rantai perekonomian, asal ada perjanjian itu, koperasi akan memudahkan pelaku UMKM untuk fokus ke produksi saja,” kata Dewi.
Dewi pun memberikan contoh salah satu koperasi di Jepang bernama Zennoh yang sudah sukses dan menjangkau pasar internasional. Koperasi Zennoh mulanya membuat sebuah inovasi menciptakan hasil-hasil pertanian yang sehat tanpa pestisida. Ternyata, produk itu disambut baik oleh warga Jepang. Mulai dari situ, koperasi Zennoh mulai membuat produk-produk pertanian lain seperti pupuk dan alat pertanian.
“Dari kopersai pertanian, bisa bikin baju, es krim, akhirnya sudah mendunia sekali. Berawal dari keinginan menciptakan produk pertanian yang sehat, tapi akhirnya karena mereka melakukan bersama-sama dengan menciptakan merek kolektif mereka bisa lebih produktif,” kata Dewi.
Berbeda dengan koperasi di Jepang, koperasi di Indonesia kurang memuaskan. Jumlah koperasi di Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia. Namun, koperasi tersebut tidak memberikan sumbangan besar untuk perekonomian nasional. Sebab, bentuk koperasi di Indonesia lebih banyak koperasi simpan pinjam.
“Itu bukan koperasi yang seharusnya. Koperasi itu harusnya melakukan produktivitas, itu yang namanya koperasi betul-betul,” kata Dewi.
Di samping itu, koperasi masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat Indonesia. Koperasi masih dipandang sebagai lembaga charity, produk-produk yang dihasilkan kurang menarik dan sebagainya.
“Padahal tidak seperti itu. Jadi mindset masyarakat harus diubah, bahwa pengusaha besar para UMKM bukan orang-orang yang melakukan charity. Tapi membuka akses pasar, karena adanya peluang dan akses pasar yang luas,” katanya.
“PBA siap membantu para pelaku UMKM untuk meningkatkan produktivitas dan membantu pelaku UMKM untuk membantu memasarkan produk-produknya, “ ujar Dewi.
Di kesempatan sama, Ketua Kadin Kota Bandung Ir. Iwa Gartiwa, M.M. memberikan apresiasi sangat besar untuk PBA. Menurut Iwa, PBA merupakan komunitas yang sangat konsisten membantu para pelaku UMKM untuk bisa naik kelas.
Terlebih ide menguatkan koperasi sejalan dengan rencana Kadin Bandung pada 2021. Kadin berencana untuk memperkuat solidaritas para pelaku UMKM dengan menaunginya dalam sebuah organisasi.
“Dengan adanya organisasi yang mewadahinya, mereka lebih terarah, lebih terbina terutama dalam akses-akses permodalan sekaligus pemasaran dan sebagainya. Ini yang kita harapkan bagaimana semuanya bisa kompak dan saling mengalah. Ini pr besar untuk kita,” ujarnya.