marah impor, buruh minta revisi permendag
Ekbis

Kaum Buruh Desak Revisi Permendag 8/2024: Ancaman PHK Massal Makin Nyata

Channel9.id, Jakarta – Serikat pekerja terus mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Revisi ini dinilai sangat penting bagi keberlangsungan industri dalam negeri dan jutaan buruh yang menggantungkan hidup dari sektor padat karya.

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyatakan bahwa kaum buruh saat ini masih menanti janji revisi yang belum juga diteken oleh Menteri Perdagangan. Padahal, menurut informasi yang diperoleh pihaknya, draf revisi tersebut sudah selesai dan berisi ketentuan yang berpihak pada industri nasional.

“Sampai hari ini belum juga diterbitkan, padahal kami mendapat informasi bahwa drafnya sudah selesai dan isinya melindungi industri dalam negeri. Tapi kenapa belum juga diteken?” ujar Ristadi dalam konferensi pers virtual, dikutip Rabu (4/6/2025).

Kekecewaan buruh makin mendalam karena sebelumnya Presiden Prabowo Subianto sudah secara tegas memerintahkan revisi beleid tersebut dalam forum Sarasehan Ekonomi Nasional (8/4/2025), namun hingga kini belum ada hasil nyata.

Ristadi menekankan bahwa revisi ini penting untuk memperkuat pengendalian terhadap masuknya barang-barang impor ilegal yang terus membanjiri pasar domestik. Ia menyebut bahwa kebijakan teknis seperti persetujuan teknis (pertek) harus disertai dengan pengawasan dan penegakan hukum yang ketat agar efektif.

“Kalau pengawasan dan penegakan hukumnya lemah, maka sebaik apapun isi revisinya, tetap tidak akan memberi dampak nyata,” tegasnya.

Dampak dari membanjirnya barang impor—terutama yang ilegal—sangat terasa di sektor padat karya seperti tekstil, sandang, dan kulit. Ristadi mengungkap bahwa sekitar 3 juta buruh terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) karena produk lokal tidak mampu bersaing dengan barang impor murah.

“Barang-barang murah dari impor ilegal menjamur tanpa kendali. Akibatnya, pengusaha pun mulai ikut mengimpor bahan baku untuk bisa bertahan. Kalau ini dibiarkan, bukan hanya tekstil, tapi sektor padat karya lainnya juga bisa terdampak,” jelasnya.

Ia menilai bahwa lemahnya pengawasan membuat pengusaha garmen tidak punya pilihan lain selain mengikuti arus. Dalam kondisi pasar yang penuh tekanan, mereka cenderung memilih bahan baku impor yang lebih murah meskipun mengorbankan tenaga kerja lokal.

Serikat pekerja menagih komitmen pemerintah yang sudah melakukan public hearing dan menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk pelaku usaha dan masyarakat. Namun, hingga awal Juni 2025, revisi Permendag 8/2024 tak kunjung diterbitkan, meskipun Kementerian Perdagangan menyatakan proses finalisasi dan legalisasi sedang berlangsung.

“Kami melihat proses ini terlalu berlarut-larut. Sementara buruh sudah berada dalam posisi terjepit,” ujar Ristadi.

Pihak serikat pekerja menegaskan bahwa pemerintah harus mengambil tindakan tegas untuk membendung arus barang impor ilegal yang berpotensi merusak industri dalam negeri dan mengorbankan jutaan tenaga kerja. Jika tidak segera direspons, ancaman krisis ketenagakerjaan nasional akan semakin nyata.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

25  +    =  32