Channel9.id-Jakarta. Mei merupakan bulan yang bersejarah bagi Indonesia. Ada tiga peristiwa penting di bulan ini yang berandil dalam menentukan nasib negara yaitu Kebangkitan Nasional, Reformasi, dan Sumpah Pemuda.
Pada Mei tahun ini, Indonesia memeringati 113 tahun Kebangkitan Nasional, 23 tahun Reformasi, dan 93 tahun Sumpah Pemuda. Adapun peringatan ini mestinya mengingatkan akan perjuangan bangsa di masa lalu, di mana semua elemen masyarakat bersatu dan mengeyampingkan kepentingan golongan atau pribadi, untuk menentang kelaliman pemerintah kala itu. Semua itu demi kemaslahatan masyarakat.
Namun, menurut ekonom senior sekaligus politikus Rizal Ramli, saat ini keadilan dan kemakmuran untuk seluruh Indonesia belum tercipta, meski Indonesia sudah merdeka dari penjajahan sejak 1945. Pun kesatuan dan persatuan Indonesia terus dikoyak-koyak dengan adu domba soal agama, suku dan kemanusian yang tiada henti.
Ia melanjutkan, kehidupan demokrasi dan keadilan saat ini juga dimonopoli oleh kaum oligarki.
“Semua itu dapat terjadi karena antara niat, kata-kata dan tindakan semakin berjarak. Kata-kata dan perbuatan tidak lagi berjalan paralel. Kata-kata mengarah ke utara, perbuatannya ke selatan. Itulah pemandangan yang kita saksikan dalam beberapa tahun belakangan ini,” tutur Rizal melalui pidatonya di Jakarta, Jumat (28/5).
Padahal, kata dia, tokoh-tokoh pejuang Kemerdekaan Indonesia di masa lalu selalu berupaya untuk senantiasa mendekatkan Niat, Kata dan Tindakan. Ia mengatakan bahwa pragmatisme, oportunisme dan kerakusan materil-lah yang memperlebar jarak ketiga hal tersebut.
“Padahal kita tahu, dalam suasana pragmatisme, oportunisme dan kerakusan materiel tidak ada tempat untuk idealisme, intelektualisme, empati dan kemanusian. Sehingga Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 hanya akan jadi slogan, pidato-pidato, kata-kata kosong,” sambung Rizal.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa mentalitas korup dan otoriter kembali merebut pemerintahan. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), lanjutnya, merajalela karena adanya politik dinasti yang turut saling melindungi. Masalah ini merusak demokrasi, yang disebut ‘Demokrasi Kriminal’ oleh Rizal, yang hanya bisa diatasi dengan demokrasi yang bersih dan amanah.
“Hanya dengan jalan perjuangan mengubah itu, demokrasi bisa bermanfaat untuk memberikan keadilan, kemakmuran dan kejayaan untuk seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
(LH)