Oleh: Rizal Ramli*
Channel9.id-Jakarta. Pada hari ini, di bulan Mei yang bersejarah ini, kita memperingati 113 Tahun Kebangkitan Nasional, pada saat yang bersamaan, kita juga memperingati 23 Tahun Reformasi. Beberapa bulan ke depan, kita juga akan memperingati 93 Tahun Sumpah Pemuda.
Merujuk pada Hari Kebangkitan Nasional yang diambil dari didirikannya Boedi Oetomo oleh Dr Sutomo dan kawan-kawannya di sekolah kedokteran Stovia pada 20 Mei 1908. Berarti sudah lebih dari satu abad usia Kebangkitan Nasional. Waktu yang sangat panjang. Penuh pencapaian dan cobaan-cobaan. Tapi cita-cita kebangkitan bagi rakyat, masih sangat jauh.
Sedangkan Sumpah Pemuda, janji suci meleburnya berbagai ego, suku, agama, dan bahasa dalam satu tarikan nafas Indonesia yang ingin mendemokrasikan sistem berbangsa dan bernegara, telah dikhianati.
Hari-hari ini kesatuan dan persatuan bangsa kita terus dikoyak-koyak dengan adu domba soal agama, suku, dan kemanusiaan yang tiada henti. Kehidupan demokrasi dan keadilan menjadi monopoli kaum oligariki.
Semua itu dapat terjadi karena antara niat, kata-kata, dan tindakan semakin berjarak. Kata-kata dan perbuatan tidak lagi berjalan paralel. Kata-kata mengarah ke utara, perbuatannya ke selatan. Itulah pemandangan yang kita saksikan dalam beberapa tahun belakangan ini.
Di masa lalu, tokoh-tokoh pejuan kemerdekaan Indonesia selalu berupaya untuk senantiasa mendekatkan Niat, Kata, dan Tindakan. Semakin besar perbedaan antara Niat, Kata, dan Tindakan merupakan buah dari pragmatisme, oportunisme, dan kerakusan materiel.
Padahal kita tahu, dalam suasana pramatisme, oportunisme, dan kerakusan materiel tidak ada tempat untuk idealisme, intelektualisme, empati, dan kemanusiaan. Sehingga Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 hanya akan jadi slogan, pidato-pidato, dan kata-kata kosong.
Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 2945 sebenarnya telah berhasil menjadi jembatan untuk kemerdekaan politik dari penjajahan. Tapi belum membawa keadilan dan kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia.
Saya bermimpi, seluruh rakyat Indonesia bisa betul-betul merasakan keadilan, kemakmuran, dan bangga menjadi warga dari bangsa yang besar dan jaya di Asia. Saya berdoa agar impian itu menjadi kenyataan.
Saya juga bermimpi dan berdoa agar adu domba soal agama, suku, dan kemanusiaan yang dengan sengaja direkayasa dan digelindingkan, segera berhenti. Agar bangsa ini hidup dalam damai. Tidak lagi mempersoalkan agama, suku, dan budaya. Cukup sudah rekayasa dan adu domba itu! Sejarah panjang bangsa ini adalah sejarah panjang hidup dalam damai.
Sejak 1978, kami dan kawan-kawan mahasiswa, bersama angkatan-angkatan berikutnya, berjuang dan mengambil risiko untuk melawan sistem otoriter dan KKN. Berjuang mengubahnya menjadi sistem yang demokratis, transparan dan bebas dari KKN. Memang berhasil.
Tetapi keberhasialn dan kemenangan itu hanya sementara. Anasir-anasir otoriter dan mental korup kembali merebut kekuasaan, yang dengan cepat membalikkan sistem kembali menjadi pseudo-otoritan. KKN menjadi makin kaya dengan berbagai variannya. Bahkan seperti virus yang gagal divaksin, bermutasi menjadi lebih bebal. Karena menumbuhkan politik dinasti yang feodal, yang saling melindungi.
Kini kita harus kembali berjuang agar Demokrasi Kriminal ini diubah menjadi Demokrasi yang Bersih dan Amanah! Supaya demokrasi bekerja untuk keadilan dan kemakmuran rakyat. Para pejabat publik produk demokrasi bukan hanya menjadi pesuruh oligarki, elit, dinasti kekuasaan politik, dan ekonomi.
Banyak yang bertanya, apakah kita bisa keluar dari krisis multi-dimensi ini? Sudah tentu bisa. Sangat bisa! Jika seluruh potensi rakyat Indonesia digerakkan, semua potensi strategis dan sumber alam nasional benar-benar dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Kita akan cepat keluar dari krisimulti-dimensi ini!
Agar Indonesia berdaulat dan Berjaya, ekonomi nasional harus dikelola dengan melaksanakan Ekonomi Konstitusi UUD 1945, ekonomi dari rakyat, untuk rakyat, untuk kemakmuran rakyat Indonesia, tapi manfaat dan nilai tambahnya untuk kemakmuran orang-orang asing, untuk bangsa lain.
Benar, kita perlu negara-negara lain, dan memang harus bekerja sama dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Tapi harus dalam hubungan yang saling menghormati dan saling menguntungkan. Tidak hanya menguntungkan mereka, tapi merugikan rakyat kita sendiri.
Salah satu kunci utama agar bisa keluar dari krisis, bangkit, dan bergerak maju, adalah integritas, kualitas, dan kompetensi kepeimpinan. Pemimpin yang tangguh dan hebat diuji justru pada saat kritis. pemimpin tangguh itu mampu mencari peluang dan memanfaatkan krisis untuk memperkokoh ketahanan dan menggerakan bangsa untuk keluar cepat dari krisis dan melaju ke tahap yang lebih baik.
Pemimpin memble akan membuat krisis justru menjadi lebih ruwet dan lama. Dampaknya semakin meluas dan rakyat semakin susah. Bukannya pulih lebih cepat tapi malah anjlok lebih dalam karena kebijakan-kebijakan yang dibuatnya tidak fokus, tanpa prioritas, syarat konfik kepentingan sehingga dalam situasi seperti itu tindakan koruptif akan semakin tidak terkendali.
Itulah yang menjelaskan kenapa saat krises mereka yang kaya semakain kaya, termasuk pejabat-pejabat yang sangat koruptif. Tetapi llihatlah, dalam situasi krisis rakyat semakin susah, karena bantuan untuk rakyat justru menjadi lahan yang nyaman untuk dikorup secara sangat brutal.
Dilema dan kelemahan kepemimpinan seperti itu susah untuk dipertahanan. Mempertahankan status quo sama dengan memperpanjang penderitaan, karena mempercepat kemunduran.
Bangsa kita ada di persimpangan jalan! Terus mempertahankan status quo berarti melanjutkan kemunduran, rekayasa adu-domba, melanjutkan penderitaan rakyat , dan membuka pintu selebar-lebarnya untuk neo-kolonialisme, kolonialisme baru!
Memperjuangkan perubahan akan memacu ketangguhan bangsa kita, membuka pintu keberanian, dan kretifitas untuk melawan sikap-sikap memble tetapi feodal, otoriter, dan koruptif.
Memperjuangkan demokrasi yang bersih dan amanah, akan membuat demokrasi bekerja untuk keadilan, kemakmuran, dan kejayaan seluruh rakyat Indonesia.
Mari kita berdoa, bermimipi, berjuang, dan bekerja agar seluruh rakyat Indonesia bangkit untuk keadilan, kemakmuran, dan kejayaan bangsa kita.
Mari kita satukan Niat, Kata, dan Tindakan!
*Ekonom Senior