Channel9.id – Jakarta. Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mempertanyakan keabsahan perdamaian antara PD Migas Kota Bekasi dan Foster Oil & Energi yang diumumkan Wali Kota Tri Adhianto. Ia menilai penyelesaian sengketa secara damai itu justru membuka ruang konflik kepentingan dan potensi korupsi baru.
Uchok menilai langkah damai tersebut tidak menyelesaikan akar persoalan yang sudah bermasalah sejak awal perjanjian kerja sama diteken. Uchok menegaskan bahwa penyimpangan dalam kerja sama dengan perusahaan asing itu harus diselidiki secara hukum, bukan diselesaikan dengan kompromi sepihak.
“Tenggang waktu tidak lama lagi, mereka akan berantem lagi untuk memperebutkan duit dari Lapangan Migas Jatinegara,” kata Uchok dalam siaran pers CBA, diterima Minggu (6/7/2025).
Uchok juga menyoroti kejanggalan dalam perjanjian kerja sama antara PD Migas Kota Bekasi dan Foster Oil & Energi yang diteken pada 2011. Menurutnya, perjanjian Joint Operation Agreement (JOA) tanggal 13 Januari 2011 dan Kerja Sama Operasi (KSO) tanggal 17 Februari 2011 sudah mengandung potensi penyimpangan sejak awal.
Ia merujuk pada Surat Keputusan Dirut Hulu PT Pertamina Nomor 241/D00000/2010-SO yang mensyaratkan mitra PD Migas memiliki pengalaman minimal enam tahun di bidang eksplorasi dan produksi migas. Selain itu, mitra juga harus memiliki kemampuan finansial, teknis, serta reputasi yang baik.
Namun berdasarkan dokumen resmi dari Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) Singapura, Foster Oil & Energi baru resmi terdaftar pada 30 Juli 2008. Artinya, pada saat KSO ditandatangani pada Februari 2011, perusahaan ini belum memenuhi syarat pengalaman enam tahun.
“Ini adalah dugaan maladministrasi serius,” ujar Uchok.
Lebih lanjut, Uchok meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) segera turun tangan menyelidiki perjanjian-perjanjian tersebut. Ia juga mendesak agar Kejagung memanggil Tri Adhianto yang secara tiba-tiba menyatakan perdamaian dengan Foster Oil & Energi.
“Ini bukan semata-mata soal damai atau tidak, tapi soal transparansi dan potensi kerugian negara dari kerja sama yang diduga melanggar aturan sejak awal,” pungkas Uchok.
Adapun sengketa antara PD Migas Kota Bekasi dan perusahaan asing Foster Oil & Energi Pte Ltd bermula dari kerja sama pengelolaan Lapangan Migas Jatinegara yang dijalankan berdasarkan perjanjian Joint Operation Agreement (JOA) tertanggal 13 Januari 2011 dan Kerja Sama Operasi (KSO) pada 17 Februari 2011. Perjanjian ini dibuat antara PD Migas Kota Bekasi sebagai badan usaha milik daerah dan Foster Oil & Energi, perusahaan swasta yang berbasis di Singapura.
Namun, kerja sama tersebut menuai kontroversi karena dinilai bermasalah sejak awal. Berdasarkan ketentuan Surat Keputusan Direktur Hulu PT Pertamina Nomor 241/D00000/2010-SO, mitra kerja sama PD Migas seharusnya memiliki pengalaman minimal enam tahun dalam eksplorasi dan produksi migas, serta memiliki kemampuan finansial, teknis, dan reputasi baik.
Sementara Foster Oil & Energi, berdasarkan data dari Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) Singapura, baru resmi terdaftar pada 30 Juli 2008. Dengan demikian, pada saat penandatanganan perjanjian KSO di Februari 2011, perusahaan ini belum memenuhi persyaratan pengalaman enam tahun.
Dalam perjalanannya, hubungan kerja sama ini mengalami sengketa yang melibatkan klaim dan konflik hukum. Namun, pada 2024, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto secara mengejutkan menyatakan bahwa sengketa tersebut telah diselesaikan secara damai.
Pernyataan ini menimbulkan kecurigaan dari LSM dan pengamat kebijakan anggaran karena dinilai tidak transparan dan berpotensi menutupi dugaan pelanggaran yang terjadi sejak awal perjanjian dibuat. Bahkan muncul dugaan bahwa perdamaian sudah dilakukan secara diam-diam sejak 2021–2022 saat Tri menjabat Plt Wali Kota.
HT