Channel9.id, Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan uang rampasan dan denda administratif senilai Rp6,62 triliun kepada negara sebagai hasil penanganan perkara penyalahgunaan kawasan hutan dan tindak pidana korupsi. Penyerahan tersebut dilakukan secara simbolik oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Presiden Prabowo Subianto di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Jakarta Selatan, Rabu (24/12/2025).
Uang yang disetorkan ke kas negara itu mencerminkan intensifikasi penegakan hukum di sektor sumber daya alam, khususnya kehutanan, yang selama ini menjadi salah satu sumber kebocoran penerimaan negara. Total nilai dana yang diserahkan mencapai Rp6.625.294.190.469, berasal dari tiga sumber utama.
Pertama, hasil penguasaan kembali kawasan hutan tahap V seluas 896.969,143 hektare. Kedua, denda administratif kehutanan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) sebesar Rp2,34 triliun. Ketiga, uang hasil penyelamatan keuangan negara dari penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan RI senilai Rp4,28 triliun.
Dalam acara tersebut, uang rampasan dipajang dalam bentuk tumpukan pecahan Rp100.000 yang disegel plastik dan memenuhi area lobi Gedung Jampidsus. Presiden Prabowo tiba di lokasi sekitar pukul 14.55 WIB dan mengikuti prosesi penyerahan yang dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara.
Sejumlah menteri dan pimpinan lembaga tampak hadir, antara lain Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Agus Subiyanto, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, serta Kepala BPKP Yusuf Ateh.
Penyerahan dana rampasan ini dipandang sebagai sinyal kuat pemerintah dalam memperbaiki tata kelola sumber daya alam dan meningkatkan kepastian hukum, khususnya di sektor kehutanan yang beririsan langsung dengan investasi, lingkungan, dan penerimaan negara.
Bagi pemerintah, optimalisasi penerimaan negara dari penegakan hukum kehutanan juga menjadi bagian dari strategi memperkuat fiskal tanpa menambah beban utang, sekaligus mendorong praktik usaha yang lebih berkelanjutan dan patuh regulasi.





