Channel9.id – Jakarta. Keluarga korban mendesak agar terdakwa kasus revenge porn, Alwi Husein Maolana dikeluarkan dari kampusnya, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta).
Hingga saat ini, pihak kampus masih belum menjatuhkan sanksi terhadap Alwi. Ada apa gerangan ?
Desakan agar terdakwa Revenge Porn, Alwi Husein Maolana di-DO dari Untirta dilayangkan oleh kakak korban Iman Zanatul Haeri. Iman meminta agar Satgas Kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa mengeluarkan atau DO terdakwa Alwi dari kampus. Keluarga korban menilai tindakan Alwi Husein tidak mencerminkan seorang mahasiswa.
“Merekomendasikan kepada Satgas Kampus Untirta agar pelaku segera di-DO (drop out), dia tidak layak hidup di muka bumi,” kata Iman kepada wartawan di Pandeglang, Selasa (27/6/2023).
Iman mengatakan tindakan terdakwa telah mencoret nama baik kampus dan keluarga korban. Oleh karena itu, dia mendesak pihak Untirta bisa mengeluarkan terdakwa dari kampus.
Seperti telah diketahui, terdakwa Alwi Husein Maolana telah dituntut 6 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum. Terdakwa Alwi didakwa melanggar Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat 1 UU ITE. Selain ancaman 6 tahun penjara, dia juga terancam denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Pihak Satgas (PPKS) Untirta merespon permintaan keluarga. Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Untirta menegaskan, sejak awal pihaknya sudah merekomendasikan mahasiswa tersebut agar diberi sanksi drop out.
“Terkait rekomendasi sudah di internal dan menetapkan bahwa terlapor ini untuk diberikan sanksi berat. Sanksi berat di Permendikbud yaitu drop out,” kata Ketua Satgas PPKS Untirta Muhammad Uut Lutfi seperti dikutip detikcom, Rabu (28/6/2023).
Rekomendasi drop out sudah disampaikan ke rektorat dan disambut baik. Apalagi Satgas PPKS sudah mendampingi perkara ini sejak awal keluarga melapor.
Menurutnya, sebelum kasus ini viral, Satgas PPKS Untirta sudah mendapatkan laporan dari keluarga. Awalnya, keluarga melaporkan perbuatan terdakwa ke Polda Banten.
Satgas lalu memberikan layanan psikologis terhadap korban. Bahkan melakukan pendampingan dalam persidangan ke korban, termasuk pada persidangan pada Selasa (27/6/2023) kemarin.
“Sebelum viral, kan sudah melapor ke satgas, awalnya korban dan keluarga ke Polda terkait ITE-nya dan sudah ditetapkan ke tersangka. Kita memberikan layanan psikologis,” katanya.
Bahkan, Satgas PPKS juga sudah menyampaikan hasil advokasi terhadap perkara ini ke Kemendikbud. Artinya, perkara ini sudah jadi perhatian, baik dari pihak universitas dan kementerian.
“Jadi intinya Satgas Untirta dan Kemendikbud memantau perkara ini,” ujarnya.
Sementara itu Humas Untirta Veronika Dian Faradisa mengatakan, penanganan kasus kekerasan di perguruan tinggi saat ini diatur berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Internal Untirta sendiri sudah merekomendasikan sanksi berat atau pemberhentian tetap sebagai mahasiswa.
“Kami sudah jelas rekomendasinya kasus (sanksi) berat sesuai Permendikbudristek Nomor 30. Jadi sudah ada kejelasannya untuk rekomendasi kepada pimpinan universitas dan fakultas,” kata Veronika seperti dikutip detikcom, Sabtu (1/7/2023).
Namun, universitas masih menunggu saran dan masukan dari Kemendikbudristek untuk keputusan drop out tersebut. Sehingga keputusan baru akan disampaikan pekan depan.
“Saran lain dari kementerian akan disampaikan kepada pimpinan pada Senin (pekan depan),” jelasnya.
Rekomendasi sanksi administrasi berat ini sebagaimana Pasal 14 ayat 4 huruf a. Ini sesuai dengan rekomendasi Satgas PPKS yang melakukan rapat anggota Satgas pada Senin (26/6/2023) lalu.
“Tindaklanjutnya menyampaikan rekomendasi sanksi administrasi berat terhadap terlapor kepada rektor,” ujarnya.
Selain itu, sebagai bentuk pendampingan, Untirta melakukan pendampingan hukum terhadap korban IAK. Pendampingan oleh tim dilakukan hingga putusan pengadilan.
Selanjutnya, universitas juga memberikan layanan psikologis dan rohani. Perlindungan terhadap proses perkuliahan korban berdasarkan saran dari Kemendikbudristek.
“Perlindungan korban dalam proses perkuliahan dan bantuan lainnya,” pungkasnya.
Baca juga: Kasus Revenge Porn Pandeglang Curi Perhatian DPR, Jaksa Agung Diminta Turun Tangan