Channel9.id, Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan agar stok beras yang menumpuk di gudang Perum Bulog segera disalurkan. Pasalnya, keterlambatan distribusi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) berpotensi menimbulkan kerugian negara sekaligus memicu kenaikan harga di pasar.
Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025, Selasa (19/8/2025), menjelaskan bahwa realisasi penyaluran beras SPHP saat ini masih sangat rendah. “Beras yang lambat disalurkan membuat harga cenderung naik dan tidak kunjung turun,” ujarnya dalam rapat yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemendagri.
Selain mendorong kenaikan harga, Tomsi menekankan bahwa beras adalah komoditas yang mudah rusak. Jika terlalu lama disimpan, kualitasnya akan menurun hingga tidak layak konsumsi. “Kalau rusak, nilainya turun atau bahkan harus dibuang. Itu jelas merugikan negara,” katanya.
Program SPHP sendiri berlangsung mulai Juli hingga Desember 2025 dengan target penyaluran sebesar 1,3 juta ton. Tomsi menghitung, agar target tercapai, Bulog perlu menyalurkan sekitar 216.000 ton per bulan atau setara 7.100 ton per hari. Namun, hingga pertengahan Agustus, realisasi penyaluran baru mencapai 38.111 ton—setara 2,94% dari target. Angka ini masih jauh di bawah standar 16,5% yang seharusnya sudah tercapai dalam satu bulan.
Jika dihitung per hari, distribusi beras SPHP saat ini hanya sekitar 1.200 ton, jauh dari target 7.100 ton. Artinya, lebih dari 80% stok masih menumpuk di gudang Bulog. Kondisi tersebut, menurut Tomsi, bukan hanya menambah biaya pemeliharaan, tetapi juga meningkatkan risiko beras menjadi apek, berjamur, atau terserang hama.
“Kalau stok yang menumpuk itu lebih dari 1 juta ton, lama-lama kualitas turun, biaya penyimpanan besar, dan ada kemungkinan beras dari tahun sebelumnya harus dimusnahkan karena sudah tidak layak konsumsi,” jelasnya.