Channel9.id – Jakarta. Kepala Bidang Pendidikan NU Circle Ahmad Rizali menilai, KPK mempermalukan diri sendiri saat melakukan OTT pejabat UNJ terkait THR kepada pejabat Kemendikbud.
Menurutnya, KPK hanya ingin menunjukan sikap heroiknya saat melakukan OTT tersebut.
KPK mengira hal yang ditanganinya merupakan kasus besar karena melibatkan jabatan sekelas rektor perguruan tinggi. Nyatanya, hanya mengungkap temuan kasus di bawah 50 juta.
Menurut Ahmad, hal tersebut yang membuat KPK melimpahkan kasus ke pihak kepolisian.
“Entah kurang keren karena “ikan cere” bukan “ikan paus”, KPK dengan sangat cepat menyerahkan ke polisi meski belum saya dengar apakah polisi menerimanya, karena alasan KPK sulit diterima, ada Rektor yang “terlibat” bukan sekedar staf biasa. Namun saya sayup-sayup mendengar perkara ini seperti sedikit dagelan penuh kesialan para pelaku,” kata Ahmad, Sabtu (23/5).
Ahmad curiga, KPK terpancing dengan info okum Itjen Kemendikbud. KPK mengira ada transaksi yang besar karena melibatkan jabatan rektor perguruan tinggi.
“Saya curiga KPK keblasuk dengan info dari oknum Itjen Kemendikbud dan mengira ada transaksi “ikan paus”, harap diketahui bahwa Itjen Kemendikbud itu adalah dosen dan GB dari UNJ,” katanya.
Karena laporan tersebut, Ahmad menilai, KPK yang terpancing, menularkan kesialannya kepada pihak polisi.
“Saya melihat semua ketiban apes. KPK, Itjen Dikbud dan staf Dikbud dan staf UNJ yang digrebeg. Saya yakin, polisi terbahak-bahak menyimak kisah OTT yang heroik ini dan langsung “mingkem” ketika kasusnya dilempar ke tangannya “lho kok dikasih ke gua….” gitulah kira kita kata spontannya, sambil melotot,” kata Ahmad.
Lebih jauh, menurut Ahmad, pemberian THR yang dilakukan, merupakan sebuah sikap menghargai staf rendah yang kurang THR-nya. Terlebih, dalam sistem keuangan negara, THR bukan hal yang rutin.
“THR itu bukan sesuatu yang rutin seperti di sektor swasta, jadi seringkali modus saweran seperti ini dipakai menambal cekaknya penerimaan staf rendahan di K/L agar lebih riang di hari raya. Kadangkala tidak dalam bentuk tunai, namun berbentuk sembako. Modus ini “pinter-pinternya” pimpinan lah,” ujarnya.
Oleh karena itu, Ahmad menilai, masalah ini tak harus diselesaikan oleh KPK. Ia pun curiga ada motif lain dalam kasus ini.
“Sarkastik saya analogikan bahwa perkara ini seperti ada maling jemuran yang menilep sarung untuk lebaran dan seharusnya cukup diselesaikan oleh Ketua RT atau paling tinggi Satpam RW, namun ditangani oleh Kapolsek, entah ini betul-betul keblasuk tanpa sadar atau ada motif lain, seperti gesekan di UNJ, gesekan di Kemendikbud atau ya nggak ada apa apa, kurang kerjaan aja. Padahal jika KPK dan Irjen Kemendikbud cermat, jelas banyak “ikan paus” di Pendidikan yang diberi kuota 20 % APBN,” kata Ahmad.
“Ayolah pak Irjen dan pak KPK, sangat banyak perkara besar yang menjadi tugas kalian yang sudah dibayar dengan uang pajak kami, jangan “guyonan” urusan remeh temeh seperti ini,” pungkasnya.
(Hendrik)