Channel9.id – Jakarta. Tak bisa disangkal, isu terorisme tetap eksis dan menjadi perhatian masyarakat. Korban jiwa yang ditimbulkan terus menghantui kehidupan umat manusia di seluruh dunia.
Ironisnya, masih banyak pihak yang terprovokasi paham terorisme bahkan menjadi anggota. Hal ini terjadi karena kelompok transnasional tersebut, mengatasnamakan agama untuk menyebarkan paham-pahamnya.
Di Indonesia, memakai nama agama itu, kerap digunakan teroris untuk memprovokasi masyarakat. Dengan menyebarluaskan paham radikal, intoleran, dan ideologi selain Pancasila, teroris mengajak masyarakat untuk melawan pemerintah.
Bila keadaan itu dibiarkan, sangat berbahaya bagi keselamatan bangsa dan negara. Oleh karena itu, Ilmu Komunikasi menjadi penting dalam menghadapi narasi-narasi radikal dan intoleran tersebut.
Demikian disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Ahmad dalam silaturahmi virtual Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi (IDIK) Unpad dengan tema ‘Komunikasi dan Pengendalian Terorisme’, Kamis (18/6).
Boy menegaskan, ilmu komunikasi dapat dimanfaatkan untuk menjadi pengetahuan yang sesuai untuk menangkal wacana radikal dan intoleran. Dalam hal ini, komunikasi yang baik dari pemerintah mampu menimbulkan solidaritas untuk memberantas terorisme.
“Ilmu Komunikasi dalam pengendalian teroris menjadi penting. Komunikasi yang baik bisa menjadi salah satu penanggulangan teroris yang efektif,” kata Boy.
Boy menambahkan, BNPT terus berupaya melakukan komunikasi yang baik terkait penanggulangan terorisme untuk menimbulkan simpati masyarakat. Dari simpati itu, Boy berharap pemerintah mendapatkan empati sehingga masyarakat ikut berpartisipasi dalam upaya memberantas terorisme.
“Karena penangulangan terorisme tak mungkin hanya dilakukan unsur negara saja. Oleh karena itu kami mengedepankan langkah sinergitas, pemberdayaan masyarakat sebagai kekuatan inti, dan juga dalam upaya membangun kesadaran publik,” kata Boy.
Kesadaran bersama itu yang dibutuhkan untuk memberantas terorisme. Kemudian, membangun solidaritas bersama-sama untuk melawan terorisme.
“Semua itu harus dilakukan dengan proses komunikasi yang baik verbal maupun nonverbal,” ujar Boy.
Solidaritas tersebut akam membangun tameng yang kuat untuk menangkal terorisme. Namun, Boy meminta semua pihak harus percaya satu sama lain.
“Masyarakat juga harus percaya dan yakin negara bisa melaksanakan tugasnya dengan baik dalam melaksanan penanggulangan terorisme. Di damping itu, pemerintah juga harus bisa membangun image bahwa negara tak kalah dengan teroris,” kata Boy.
“Karena itu, ilmu komunikasi begitu penting dalam membangun sebuah opini, bahwa masyarakat sama- sama bergerak dalam melawan kejahatan terorisme yang memberi ajaran radikal, intoleransi, dan mengusung ideologi yang bertolak belakang dengan pancasila,” pungkasnya.
(HY)