Channel9.id-Jakarta. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) melakukan kerjasama terkait hak akses pemanfaatan data kependudukan dengan 13 perusahaan. Tiga diantaranya adalah perusahaan penyedia jasa pinjaman atau fintech.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, ada persyaratan dan tata cara yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan hak akses verifikasi data kependudukan.
“Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah surat keterangan izin usaha dan adanya rekomendasi tertulis dari otoritas pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha bagi badan hukum Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (14/06).
Secara teknis, sambung Zudan, diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan (Permendagri No. 102 Tahun 2019).
“Ketiga perusahaan fintech peer-to-peer lending yang mendapatkan hak akses verifikasi data kependudukan ini telah mendapatkan izin untuk beroperasi beserta rekomendasi tertulis dari lembaga negara yang berwenang yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” jelasnya.
Zudan menambahkan, setiap perusahaan yang bekerjasama wajib menjaga kerahasiaan data kependudukan.
“Dalam setiap perjanjian Kerjasama selalu dituangkan kewajiban untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan dan kebenaran data serta tidak dilakukannya penyimpanan data kependudukan,” katanya.
Menurut Zudan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian sudah mewanti wanti agar seluruh lembaga pengguna selain mematuhi semua peraturan perundang-undangan juga harus mematuhi ketentuan yang terkait dengan hak privacy masyarakat terkait dengan perlindungan rahasia data pribadi.
Zudan menuturkan, hak akses verifikasi data yang diberikan kepada ketiga perusahaan tersebut tidak memungkinkan ketiganya untuk dapat melihat secara keseluruhan ataupun satu persatu data penduduk.
“Namun hak akses ini hanya memungkinkan untuk dilakukannya verifikasi kesesuaian atau ketidaksesuaian antara data-data yang diberikan seorang penduduk yang akan menjadi calon nasabah fintech dengan data yang ada pada database kependudukan,” tandasnya.
Sebagai ilustrasi, sambung Zudan, seorang penduduk bernama Budi ingin melakukan pinjaman online di salah satu dari ketiga perusahaan fintech tsb, maka Budi memberikan data dirinya berupa NIK, Nama, Tempat Lahir dan Tanggal/Bulan/Tahun lahir dan sebagainya kepada perusahaan melalui aplikasi pinjaman online.
Data diri sebagaimana telah diberikan Budi tersebut kemudian dilakukan verifikasi oleh perusahaan dengan database kependudukan Kemendagri. Dari proses verifikasi dengan data Kemendagri tersebut, kemudian perusahaan aplikasi pinjaman online mendapatkan respon berupa notifikasi “SESUAI” atau ”TIDAK SESUAI”.
Contoh captured pada aplikasi lembaga pengguna yang telah mendapatkan hak akses dan mendapatkan notifikasi “SESUAI” atau ”TIDAK SESUAI” dari Ditjen Dukcapil. Yangbersangkutan melakukan registrasi dengan NIK dan Tgl Lahir sama namun Nama berbeda.
Pada gambar ini memperlihatkan respon yang diberikan oleh Ditjen Dukcapil pada saat Pengguna mengirimkan data penduduk (NIK, Nama & Tgl Lahir yang tidak sesuai) . Notifikasi dari Dukcapil adalah “Data Tidak ditemukan”.
Pada gambar ini memperlihatkan respon yang diberikan oleh Ditjen Dukcapil pada saat Pengguna mengirimkan data penduduk (NIK, Nama & Tgl Lahir yang sesuai). Notifikasi yang diberikan oleh Dukcapil Kemdagri adalah “Sesuai”.
Selain itu, Kemendagri pun selalu melakukan langkah-langkah pengamanan sistem dengan standar terukur, guna memastikan bahwa hak akses verifikasi data selalu berada dalam koridor hukum.
“Pelanggaran atas penyalahgunaan data kependudukan dikenakan pidana penjara selama 2 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 95A UU No.24 Tahun 2013,” pungkas Zudan.