Channel9.id, Jakarta – Pemerintah Indonesia tengah mematangkan langkah besar untuk mengimpor minyak mentah, BBM, dan LPG dari Amerika Serikat (AS), dengan nilai transaksi diperkirakan mencapai US$15 miliar atau setara Rp244 triliun. Rencana ini merupakan bagian dari upaya pemerintah diversifikasi pasokan energi sekaligus memanfaatkan penurunan tarif impor hasil kesepakatan dagang RI–AS.
Kesepakatan terbaru menetapkan tarif bea masuk energi dari AS turun dari 32% menjadi 19%, sementara barang asal AS yang masuk ke Indonesia dibebaskan dari tarif. Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia sepakat membeli energi dari AS, mencakup minyak mentah, LPG, dan BBM.
Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan sejumlah mitra di AS terkait impor minyak mentah. Namun, pelaksanaan kesepakatan itu masih menunggu payung hukum dari pemerintah agar transaksi sesuai koridor hukum dan tata kelola.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, pemerintah akan segera menggelar rapat teknis dengan Pertamina untuk membahas regulasi, sekaligus memastikan impor ini dilakukan dengan perhitungan keekonomian yang efisien.
“Semua biaya, termasuk logistik, akan dihitung agar transaksi ini saling menguntungkan. Negara harus mendapatkan harga yang kompetitif,” ujar Bahlil, Jumat (18/7/2025).
Langkah impor ini dinilai penting untuk menjaga ketahanan energi nasional, di tengah kebutuhan pasokan yang terus meningkat dan fluktuasi harga minyak dunia. Selain itu, pembelian langsung dari AS dapat memperluas sumber pasokan Indonesia, yang selama ini didominasi kawasan Timur Tengah.
Meski begitu, detail teknis, seperti volume impor dan mitra perusahaan AS yang terlibat, belum diungkap ke publik. Pertamina menegaskan implementasi impor akan menunggu arahan pemerintah.
“Kami memerlukan dukungan regulasi agar pengadaan bisa dijalankan sesuai aturan dan transparan,” kata VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso.
Langkah ini juga memunculkan pertanyaan mengenai efisiensi biaya logistik mengingat jarak AS–Indonesia yang jauh. Namun, pemerintah memastikan impor akan dilakukan hanya jika sesuai perhitungan keekonomian dan tidak merugikan negara.