Opini

Ketika BPK Telat Membuat Laporan

Oleh: Awalil Rizky* 

Channel9.id-Jakarta. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kembali menjadi opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2019 yang beropini WTP diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sidang Paripurna hari Selasa lalu.

BPK menilai LKPP telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan per tanggal 31 Desember 2019, dan realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan.

Pemeriksaan dilakukan atas LKPP Tahun 2019 yang terdiri dari Neraca tanggal 31 Desember 2019, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL), Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, serta Catatan atas Laporan Keuangan, yang telah direviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

LKPP Tahun 2019 diserahkan oleh Pemerintah kepada BPK pada tanggal 27 Maret 2020 lalu. Sesuai dengan jadwal biasanya selama bertahun-tahun, yakni pada akhir Maret.

Tim BPK sendiri praktis telah bekerja sebelum LKPP diterima, antara lain dengan mengumpulkan bahan-bahan yang nantinya dapat membantu pemeriksaan. Menurut laporan BPK, pemeriksaan dilakukan oleh tim berdasarkan Surat Tugas Ketua BPK Nomor 13/ST/I/01/2020 tanggal 13 Januari 2020 dimulai 13 Januari s.d. 30 Juni 2020.

Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR pada tanggal 14 Juli tadi jauh lebih lambat dari biasanya. Selama ini, telah diserahkan pada pertengahan hingga akhir Mei.

Menariknya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK itu sendiri bertanggal 15 Juni 2020. Waktu penyerahan LHP kepada DPR berjarak satu bulan. Perlu diketahui, hasil pemeriksaan atas LKPP Tahun 2018 bertanggal 20 Mei 2019 dan diserahkan pada tanggal 28 Mei 2019. Begitu pula hasil pemeriksaan atas LKPP Tahun 2017 tertanggal 21 Mei, diserahkan tertulis pada 24 Mei dan pada sidang paripurna tanggal 31 Mei.

Mungkin saja pandemi covid-19 menjadi kendala tersendiri dalam soal keterlambatan tersebut. Namun tak ada pemberitaan dan penjelasan bahwa hasil pemeriksaan telah dikirim beberapa hari atau setidaknya satu minggu setelah ditetapkan oleh BPK.

Bagaimana dengan aturan main tentang jadwalnya menurut perundang-undangan?

Pasal 30 ayat 1 dari Undang-Undang nomer 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatakan, “Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.”

Pada penjelasannya dikatakan, “Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Pusat.”

Ketentuan ini dinyatakan kembali pada Undang-Undang nomer 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Pasal 17 ayat 1 menyebut, “Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat.”

Berbagai aturan lain di bawah undang-undang memperkuat penjadwalan demikian. LKPP diserahkan oleh Pemerintah selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir, artinya 31 Maret tahun berikutnya. Dengan aturan BPK selambat-lambatnya 2 bulan untuk menyampaikan hasil pemeriksaan, maka tenggat 6 bulan akan terpenuhi.

Pemerintah telah menyerahkan LKPP Tahun 2019 sesuai jadwal. BPK yang terlambat. Jika karena adanya pandemi, maka perlu ada penjelasan kepada publik, agar tidak menimbulkan dugaan buruk. Apalagi laporan ditandatangani dan diberi nomor oleh BPK tertanggal 15 Juni 2020.

Umpama dimaklumi keterlambatan dari biasanya akhir Mei menjadi pertengahan Juni, maka masih ada persoalan mengenai penyerahan ke DPR yang tertanggal 14 Juli 2020. Butuh waktu sebulan dan tidak ada informasi kepada publik tentang hal ini.

Tentang hak publik untuk dapat mengetahui hasil pemeriksaan telah dinyatakan pada UU No.15/ 2004. Pasal 19 ayat 1 dikatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Diperkuat lagi oleh Pasal 7 ayat 5 dari UU No.15/2006 tentang BPK, yang mangatakan bahwa Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.

Penulis sendiri termasuk masyarakat umum yang suka menunggu hasil pemeriksaan BPK atas LKPP, karena dapat menjadi bahan kajian penting. Bukan soal mencari kelemahan apalagi kesalahan Pemerintah, melainkan untuk mempelajari kondisi keuangan negara terkini. Kondisi tersebut menjadi makin penting dicermati karena dampak buruk pandemi terhadap perekonomian. Padahal, peran pemerintah amat diandalkan untuk menguranginya.

Penulis sempat menduga apakah LKPP tahun 2019 ini akan memperoleh opini yang bukan WTP, sebagaimana telah diperoleh selama 4 kali berturut-turut. Ternyata tetap memperoleh opini WTP, meskipun dilaporkan terlambat.

Karena bukan ahli hukum, penulis kurang mengerti apakah keterlambatan ini tergolong melanggar undang-undang. Namun akan menjadi menarik untuk mencermati rincian laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK. LHP yang memuat opini WTP pun sebenarnya baru satu dari tiga LHP yang disampaikan.

Pada tahun 2019 ini, BPK melengkapi LHP dengan tiga laporan tambahan yang disebut Laporan Hasil Reviu (LHR). Salah satu dan pertama kali disampikan berupa LHR atas atas Kesinambungan Fiskal.

Semoga tidak ada yang “aneh” dan keterlambatan tidak terkait upaya perbaikan laporan hasil pemeriksaan yang kurang lazim dilakukan. Bagaimanapun, para ahli dan pengamat yang memiliki kompetensi perlu segera mendalami semua laporan tersebut.

*Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

12  +    =  16