Channel9.id – Jakarta. Ketua MPR RI Ahmad Muzani merespons anggapan publik yang menyebut revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) berpotensi memunculkan dwifungsi TNI. Muzani pun meminta RUU TNI disusun secara rigid agar tetap memastikan supremasi sipil terjaga.
“Ya harus rigid. Harus rigid. Di UU TNI supaya sipil tidak merasa terganggu, dan seterusnya harus rigid,” kata Muzani di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra ini menilai kritik terhadap pembahasan RUU TNI harus dianggap sebagai masukan. Dalam negara demokrasi, menurutnya, kritik merupakan sesuatu yang wajar.
“Ya itu harus dianggap sebagai sebuah masukan, ataupun kritik terhadap keadaan ini. Saya kira itu dalam negara demokrasi itu sesuatu yang biasa,” ucapnya.
Di sisi lain, Muzani menilai, UU TNI sudah puluhan tahun tidak direvisi sehingga perlu penyesuaian mengikuti perkembangan zaman terkini. Oleh karena itu, ia menganggap perlu ada penempatan TNI di institusi tertentu.
“Hampir 25 tahun yang lalu, jadi penyesuaian-penyesuaian terhadap keadaan setelah direvisi sekian puluh tahun, itu apalagi TNI, sebuah kekuatan yang sangat penting, sangat vital bagi negara. Saya kira perlu ada penyesuaian-penyesuaian bagi posisi lembaga tersebut,” tuturnya.
Sejumlah poin dalam RUU TNI menuai kritik karena dianggap melegitimasi dwifungsi ABRI ala Orde Baru. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai RUU tersebut berpotensi membuka peluang bagi kembalinya dwifungsi TNI dan menguatnya militerisme di Indonesia.
Koalisi yang terdiri dari SETARA Institute, Imparsial, Elsam, WALHI, Kontras hingga YLBHI ini menilai revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 tidak mendesak karena regulasi tersebut masih relevan untuk membangun profesionalisme TNI.
Sebaliknya, pemerintah dan DPR seharusnya lebih memprioritaskan revisi terhadap UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer agar prajurit yang terlibat tindak pidana umum tunduk pada peradilan umum.
“Pemerintah sudah menyampaikan DIM RUU TNI kepada parlemen pada 11 Maret 2025. Dari DIM yang diserahkan, draft RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang tetap akan mengembalikan dwi fungsi TNI dan menguatnya militerisme,” kata Koalisi Masyarakat Sipil dalam pernyataan tertulis, Jumat (14/3/2025).
Dalam RUU TNI, ada tiga poin pembahasan yang menjadi sorotan. Tiga pasal itu di antaranya Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47. Pasal 3 mengatur tentang kedudukan TNI, Pasal 53 mengenai batas usia pensiun, dan Pasal 47 berkaitan dengan prajurit aktif yang bisa menduduki jabatan sipil.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Kritik RUU TNI: Berpotensi Kembalikan Dwifungsi
HT