Oleh: Rudi Andries*
Channel9.id-Jakarta. Dari namanya keren banget. Waskita dalam bahasa Jawa artinya: tajam mata batinnya, dapat mengetahui hal – hal yang telah maupun bakal teíjadi , cerdas, bijaksana, dan hati – hati dalam berbicara, bertindak, dan mengambil keputusan.
Sejatinya program restrukturisasi bagian dari salah satu program penyehatan perusahaan. Tujuannya bisa karena bermacam-macam akibat, seperti arus kas terganggu, hutang tidak terbayar, dan lain-lain. Jika ini penyebabnya maka pemegang saham pengendali harus cepat bertindak agar tidak sampai perusahaannya stroke. Caranya, segera dilakukan audit forensik. Tujuannya mencocokan data dan fakta. Umumnya kan perusahaan itu sistem akuntasinya berpatokan kepada dokumen. Tanpa melihat fakta. Contoh pembelian alat, yang dilihat itu kontrak pembelian alat. Persetujuan dari setiap lini manajemen yang terlibat. Kalau semua lengkap, maka pengeluaran beli alat itu dianggap valid.
Audit forensik beda, yang dilihat bukan hanya dokumen pendukung tapi juga fakta. Mana alatnya? Oh ada. Benarkah spek nya? minta konsultan ahli menilai spek itu, apakah cocok untuk kebutuhan. Kira-kira begitu audit forensik. Jadi sama dengan fakta hukum depan pengadilan.
Setelah audit forensik dilakukan, maka akan diketahui penyakit perusahaan. Kalau karena mismanagement maka direksi dan komisaris ganti semua. Lakukan reorganisasi secara luas. Kalau karena kurang modal, ya pemegang saham harus bail out utang itu agar struktur neraca keuangan jadi sehat. Kalau karena kompetisi, ya lakukan merger atau akuisisi perusahaan pesaing agar terjadi kolaborasi. Kalau karena sarat utang yang berat, ya restruktur utang lewat rescheduling dan haircut utang dan minta keringanan suku bunga.
Nah, dalam kasus Waskita Karya (WK) aneh dan membingungkan. Entah referensi ilmu manajemen apa yang dijadikan patokan? Karena tahun 2022 mereka lakukan restrukturisasi utang hingga dua putaran. Satu putaran restruktur utang bank dan satu lagi utang obligasi. Anehnya kenapa baru tahu ada perbedaan data akuntasi SCF dengan fakta sehingga terindikasi fraud? Jumlahnya gak tanggung-tanggung yaitu Rp.2,8 triliun. Anehnya lagi dirut yang terlibat adalah dirut yang sudah melewati proses pra restruktur oleh pemegang saham (Meneg BUMN).
Artinya ini bukan kejahatan biasa tapi udah kejahatan sistematis. Jangan-jangan kerugian negara melebihi angka Rp.2,8 triliun (temuan BPKP). Sebagai catatan utang WK Rp.82 triliun dan udah default.
Apakah Meneg BUMN pernah lakukan audit forensik? Kalau gak ya fraud itu dilakukan dengan sepengetahuan Kantor Meneg BUMN dan dewan komisaris. Apalagi jumlah transaksinya masif.
Baca juga: Dirut Waskita Karya jadi Tersangka, Uang Hasil Korupsi Diduga untuk Bayar Utang Perusahaan
Dengan kejaksaan sudah menangkap dirut WK, segeralah lanjut meminta keterangan dari pejabat Kemeneg BUMN dan Komisaris WK. Dari data perusahaan yang terpublikasi, di situ ada orang-orang berlatar belakang hukum seperti Heru Winarko mantan Deputi Penindakan KPK, M. Salim mantan Dirdik Jampidsus sebagai komisaris independen dan Prof. Muradi guru besar Unpad. Semoga lebih mempermudah penuntasan masalah.
*Peneliti LAPEKSI