Channel9.id – Jakarta. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti rencana perekrutan besar-besaran calon tamtama TNI AD sebanyak 24.000 orang untuk membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan. Kebijakan ini dinilai menyimpang dari tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara.
Direktur Imparsial, Ardi Manto, yang juga bagian dari Koalisi, menyebut rekrutmen tamtama untuk tugas non-tempur seperti ketahanan pangan dan pelayanan kesehatan keluar dari mandat konstitusi. TNI kata dia, seharusnya difokuskan untuk perang, bukan mengurus pertanian, perkebunan, peternakan, maupun layanan kesehatan.
“Dengan demikian, kebijakan perekrutan sebagaimana sedang direncanakan tersebut telah menyalahi tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU TNI itu sendiri,” kata Ardi dalam siaran pers Koalisi, dikutip Rabu (10/6/2025).
Menurut Koalisi, perkembangan ancaman perang modern seharusnya direspons dengan peningkatan profesionalisme TNI, bukan dengan pengalihan tugas ke urusan sipil. Pengalihan peran ini dikhawatirkan akan melemahkan fokus TNI dalam menjaga kedaulatan negara.
“Dalam konteks itu, menempatkan TNI untuk mengurusi hal-hal di luar pertahanan justru akan melemahkan TNI dan membuat TNI menjadi tidak fokus untuk menghadapi ancaman perang itu sendiri dan secara tidak langsung akan mengancam kedaulatan negara,” ujar Ardi.
Koalisi juga menilai keterlibatan militer dalam sektor-sektor sipil merupakan bentuk kegagalan menjaga batas tegas antara ranah sipil dan militer. Hal ini dianggap sebagai kemunduran dari semangat Reformasi TNI yang selama ini ingin menjadikan TNI sebagai kekuatan pertahanan profesional dan tidak bercampur dengan urusan sipil.
“Hal ini tentu mencederai semangat Reformasi TNI yang menginginkan terbentuknya TNI yang profesional dan tidak lagi ikut-ikutan mengurusi urusan sipil,” tegas Ardi.
Atas dasar itu, Koalisi mendesak Presiden dan DPR untuk segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Koalisi menyebut bahwa langkah ini penting untuk mengembalikan TNI pada jati dirinya sebagai alat pertahanan negara sebagaimana amanat konstitusi dan UU TNI.
“Kami mendesak Presiden dan DPR untuk melakukan pengawasan dan evaluasi tentang perekrutan dan pelibatan TNI yang berlebihan tersebut karena telah menyalahi jati diri TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI,” pungkas Ardi.
Sebelumnya, TNI AD hendak merekrut hingga 24.000 calon prajurit Tamtama pada 2025 ini. Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana menuturkan, rekrutmen besar-besaran ini dilakukan dengan alasan semakin tingginya minat generasi muda untuk menjadi TNI.
Bahkan, lanjut Wahyu, realisasi penerimaan prajurit TNI AD selama lima tahun terakhir selalu melampaui target, dengan capaian tertinggi 114,4 persen pada 2023.
“Perlu saya jelaskan bahwa animo pemuda Indonesia untuk menjadi prajurit TNI AD justru terus meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun,” ujar Wahyu, kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025) malam.
“Hal ini tecermin dari data pendaftaran calon tamtama tahun 2025 yang mencapai 107.365 orang, dengan jumlah calon tervalidasi sebanyak 38.835 orang,” lanjut dia.
HT