Channel9.id – Jakarta. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyesalkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menurunkan hukuman terhadap dua mantan prajurit TNI AL, Bambang Apri Atmojo dan Akbar Adli, dari seumur hidup menjadi 15 tahun penjara. Putusan terkait kasus penembakan bos rental mobil bernama Ilyas Abdurrahman yang diambil pada 2 September 2025 itu dinilai menunjukkan lemahnya komitmen terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas peradilan.
Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyebut keputusan tersebut diambil tanpa penjelasan terbuka kepada publik mengenai dasar dan pertimbangan hukumnya.
“MA seharusnya menjadi benteng terakhir supremasi hukum, bukan bagian dari mekanisme impunitas,” kata Ardi melalui keterangan tertulis, Selasa (21/10/2025).
Koalisi juga menyoroti serangkaian vonis ringan terhadap anggota TNI dalam beberapa waktu terakhir. Menurut mereka, fenomena ini menandakan bahwa supremasi hukum dan agenda reformasi sektor keamanan telah mandek setelah lebih dari dua dekade pascareformasi 1998.
Kasus serupa juga terjadi di Medan. Pengadilan Militer I-02 Medan menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara terhadap Sertu Riza Pahlivi yang terbukti menganiaya seorang pelajar SMP hingga meninggal dunia.
Ardi menilai vonis tersebut lebih ringan dari hukuman kasus pidana ringan seperti pencurian. Ia menyebut kejanggalan dalam pertimbangan hakim, seperti menyatakan korban tidak memiliki luka bekas sesuai keterangan saksi, menunjukkan proses peradilan militer masih tertutup dan tidak memenuhi standar akuntabilitas.
Koalisi menilai fakta-fakta itu menggambarkan pola berulang dalam penegakan hukum terhadap anggota militer. Ketika pelakunya berasal dari institusi TNI, proses hukum menjadi tertutup, perlakuan tidak setara terjadi, dan hukuman dijatuhkan secara tidak proporsional.
“Alih-alih menegakkan profesionalisme dan disiplin, prinsip esprit de corps justru berubah menjadi mekanisme perlindungan internal yang menghambat akuntabilitas,” ujar Ardi.
Ia menilai kondisi ini membuat institusi militer semakin lemah di bawah kontrol sipil, sementara korban sipil sulit mendapatkan keadilan.
Koalisi menegaskan praktik impunitas dalam peradilan militer menjadi ancaman nyata terhadap supremasi sipil dan negara hukum. Mereka menilai agenda pemisahan militer dari urusan sipil serta pengawasan sipil terhadap militer yang diamanatkan sejak reformasi 1998 belum sepenuhnya terwujud.
Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Pasal 65 ayat (2) sudah menyebut prajurit yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum. Namun, ketentuan ini kerap diabaikan karena revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tak kunjung diselesaikan oleh pemerintah dan DPR.
“Tanpa revisi UU Peradilan Militer maka impunitas terhadap kejahatan anggota TNI akan terus terjadi,” kata Ardi.
Ia menambahkan bahwa hal ini juga akan melanggengkan terulangnya pelanggaran oleh anggota militer lainnya.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah dan DPR RI segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 agar semua tindak pidana umum yang melibatkan prajurit diadili di peradilan umum.
“Selain itu, Panglima TNI untuk melakukan upaya-upaya pencegahan pelanggaran, seperti kontrol terhadap senjata api yang dibawa oleh prajurit TNI, serta melakukan evaluasi terhadap kondisi psikologis setiap prajurit secara rutin,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis penjara seumur hidup untuk dua mantan prajurit TNI penembak bos rental mobil bernama Ilyas Abdurrahman. MA juga mengurangi vonis seorang mantan prajurit lainnya.
Berdasarkan putusan kasasi nomor 213 K/MIL/2025, kedua eks prajurit yang lolos dari penjara seumur hidup itu ialah Bambang Apri Atmojo selaku terdakwa 1 dan Akbar Adli selaku terdakwa 2. Sedangkan eks prajurit yang hukumannya dikurangi ialah Rafsin Hermawan.
“Terdakwa I pidana penjara selama 15 tahun dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer, menghukum terdakwa I untuk membayar restitusi kepada keluarga almarhum Ilyas Abdurrahman sejumlah Rp 209.633.500 dan saudara Ramli (korban luka) sejumlah Rp 146.354.200,” demikian bunyi amar putusan kasasi, dikutip dari situs resmi MA, Senin (20/10/2025).
“Terdakwa II pidana penjara selama 15 tahun dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer, menghukum terdakwa II untuk membayar restitusi kepada keluarga almarhum Ilyas Abdurrahman sejumlah Rp 147.133.500 dan saudara Ramli (korban luka) sejumlah Rp 73.177.100,” bunyi putusan untuk terdakwa II.
“Terdakwa III pidana penjara selama 3 tahun dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer,” demikian bunyi amar putusan untuk terdakwa III.
HT