Channel9.id – Jakarta. Anggota DPR RI fraksi PDI Perjuangan, Komarudin Watubun menyampaikan, Tahun 2022 adalah momentum kick-off Kebangkitan Alam agar sehat-lestari ekosistem Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta merajut kelahiran tata-dunia baru yang sehat-lestari, damai dan adil.
Dia menyatakan, Tahun 2022 akan menjadi suatu ‘moment of truth’atau momen kebenaran dengan kelahiran Kebangkitan Alam pada tingkat negara dan tata-dunia. Hal ini dilihat dari tanda-tanda perubahan iklim yang berlangsung hingga 2021.
Misalnya sebanyak 234 ahli perubahan iklim pada Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khusus perubahan iklim merilis hasil riset dan kajian dari Geneva, Swiss, Senin 9 Agustus 2021. IPCC merilis laporan ilmiah 3.000 halaman tentang risiko perubahan iklim jelang dan pasca tahun 2030-an.
Baca juga: Indonesia Komitmen Dalam Penanganan Perubahan Iklim, Ini Penjelasan Presiden Jokowi di KTT COP26
“Bunyi laporan IPCC tahun 2021 antara lain, saat ini suhu global naik 1,1 derajat Celsius sejak abad 19 M, atau level tertinggi selama 100 tahun terakhir. Faktor manusia adalah penyebab utama lonjakan pemanasan planet Bumi sejak era pra-industri. Yakni pelepasan gas-gas yang ‘menangkap’ panas, khususnya karbon dioksida (CO2) dan methane. Semua ini adalah hasil kegiatan manusia dalam pembakaran bahan bakar fosil –batu-bara, minyak, kayu, dan gas alam. (IPCC, 2021). IPCC melabel tahun 2021 dengan tanda ‘code re for humanity’ atau kode merah kehidupan manusia dan peradabannya di Bumi,” kata Komarudin dalam rilis resmi, Jumat 31 Desember 2021.
Komarudin menambahkan, masih tahun 2021, para pemimpin negara pada akhirnya bertemu untuk membahas masalah alam ini. Pembahasan itu terjadi pada Senin, 1 November 2021 di kota Glasgow, Scotlandia, Inggris yang dihadiri 200 delegasi dari negara anggota PBB. Mereka menyebut acara itu dengan sebutan COP26 (Climate Change Conference of the Parties).
“Maka sejak tahun 2022 adalah tahap krusial bagi berbagai negara melakukan program nyata, radikal bahkan revolusioner guna menjaga level pemanasan planet Bumi pada kenaikan 1,5 derajat C sejak abad 19,” ujarnya.
Komarudin menambahkan, tren kini adalah perkiraan kenaikan level panas Bumi sekitar 2,7 derajat C. Risikonya ialah bencana iklim atau ‘climate catastrophe’. Risiko ini lapat-lapat terbaca, sebab Tiongkok –pelepas 227 juta ton karbon (CO2), tidak hadir pada COP26. Tiongkok juga sulit kendalikan emisi karbon pada level net-zero seperti target COP26 tahun 2030. Begitu pula dua negara pelepas karbon terbesar dunia lainnya yakni AS dan India.
“Kedua, strategi, program, dan kebijakan nyata atau konkrit net-zero emisi karbon bakal mengubah peta ekonomi-politik dunia. Sebab transisi dari sistem energi berbasis fosil akan mengubah peta-ekonomi politik tiap negara dan dunia. Ini bakal terjadi sejak 2022,” ujarnya.
Kemudian, berdasarkan hasil penelitian International Energy Agency (2020) memperkirakan bahwa teknologi dapat menghentikan kebocoran lebih dari 70% methane dari produksi gas dan minyak. Teknologi bateri dapat menyimpan energi. Ini peluang baru memperkuat sistem energi EBT yang dapat mengatasi daya angin dan sumber air yang lazim terputus-putus.
“Misalnya, teknologi bateri dipasang pada jaringan guna menjaga pasokan listrik stabil dari tenaga surya saat matahari terbenam. Maka sejak tahun 2022 adalah momentum berbagai negara bakal berlomba memiliki dan menguasai teknologi bateri,” ujarnya.
Lalu, pada 2021, pekan ke-3 Oktober, pimpinan Uni Eropa (UE) mendesak 27 negara anggota UE mempercepat transisi dari energi fosil ke energi bersih dan menghentikan penggunaan gas alam. Di kota Brussel (Belgia), 20 Oktober 2021, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mendorong Uni Eropa mempercepat transisi ke sumber tenaga surya dan angin. Karena ketergantungan 27 negara UE pada 90% pasokan gas alam impor membuat sangat rentan terhadap pasokan gas alam asal Gazprom, Rusia. (Raf Casert, 2021)
Menurut Komarudin, itu peluang bagi Negara RI yang memiliki kekayaan sumber tenaga surya, angin, dan tidal-power (gelombang laut). Maka tahun 2022 adalah tahun momentum Kebangkitan Alam untuk merajut sistem energi yang berada dan berasal di permukaan bumi, bukan menggali dari dalam perut bumi. Sebab zat-zat yang sudah ditaruh di dalam perut tanpa sebab-sebab alamiah.
Di samping itu, Indonesia perlu membuat program Kebangkitan Alam. Program itu antara lain dapat dimulai dari pendidikan sains dan teknologi tanah, air, pohon atau hutan dan gas secara simultan dan berkelanjutan serta kendali pertumbuhan penduduk guna memulihkan dan melestarikan biosfer atmosfer dan hidrosfer planet bumi.
Tanah adalah pusat vegetasi; air adalah satu-satunya zat “yang dapat masuk ke seluruh unsur zat alam dan menghidupkan; sedangkan pohon-hutan adalah soliasi gelombang paling sempurna di alam. Hutan dapat mencegah erosi, sumber energi, sumber pangan, dan bio-security. Sedangkan gas adalah zat pemulih lahan-tanah dari kontaminasi racun,” ujarnya.
“Maka tahun 2022 adalah momen kebenaran untuk kick-off Kebangkitan Alam guna memulihkan alam yang berisi kebaikan dan kehidupan dari ciptaan Tuhan YME,” pungkasnya.
HY