Politik

Konflik Kepentingan Dalam Legislasi, Seret Politisi Parlemen ke Perbuatan Korupsi

Channel9.id – Jakarta. Lembaga Riset Nara Integrita, melalui siaran persnya menilai pelaksanaan fungsi legislasi dan pengawasan yang mengandung konflik kepentingan (conflict of interest) dapat menyeret politisi di parlemen pada perbuatan melawan hukum bahkan korupsi. Sebab, konflik kepentingan sangat dekat dengan penyalahgunaan wewenang (abuses of power).

Praktek pelaksanaan kekuasaan politik dan administrasi di ranah legislatif maupun eksekutif akan sangat rentan terjadi secara berulang-ulang jika tidak ada sistem pengawasan, pencegahan, dan penegakan yang melembaga secara kuat dan independen.

“Hal ini akan terjadi, baik dalam konteks penegakan etika pejabat publik maupun kaitannya dengan penegakan hukum,” demikian dikutip dari siaran pers Nara Integrita yang diterima Channel9, Senin (20/3/2023).

Di satu sisi, lemahnya pencegahan dan penegakan terhadap konflik kepentingan yang dilakukan oleh pejabat politik, seperti anggota parlemen pada akhirnya akan melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi politik.

“Di sisi lain, tidak adanya rekam jejak atas pengawasan dan penegakan etik di parlemen akan merugikan pemilih karena ketiadaan data resmi terkait rekam jejak (track record) politisi di parlemen,” tulisnya.

Kondisi ini diperparah dengan terbatasnya informasi yang didapatkan pemilih dari profil atau biodata politisi yang disampaikan calon legislatif kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada saat pemilu.

Hal ini tentu saja sangat merugikan pemilih karena minimnya informasi terkait kinerja parlemen, integritas anggota parlemen dan rekam jejak anggota parlemen yang seharusnya menjadi dasar penilaian bagi pemilih dalam pelaksanaan Pemilu 2024 nantinya.

“Kondisi ini bisa saja terjadi di banyak daerah di Indonesia,” tulisnya.

Untuk menjamin berfungsinya sistem penegakan etik internal sebagai salah satu indikator parlemen berintegritas dan mendorong terpilihnya anggota parlemen berintegritas di dalam Pemilu 2024, Nara Integrita merekomendasikan beberapa agenda penting yang harus diprioritaskan, di antaranya;

1) Perlu adanya revisi Undang-Undang terkait MPR RI, DPR RI, dan DPRD (UU MD3) yang memperjelas aturan kode etik dan mekanisme penegakan etik untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota yang juga meletakan konflik kepentingan sebagai norma larangan bagi anggota parlemen.

2) Revisi terhadap UU MD3 juga harus mencakup pelibatan unsur independen di dalam MK/BK di DPR/DPRD untuk menghindari pengaruh quasi internal yang berlebihan,

3) DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota perlu membuka kepada publik terkait aturan internal terkait Etik dan penegakan etik dan melakukan perubahan sesuai dengan perubahan terakhir UU MD3 (UU 2/2018),

4) KPU di setiap tingkatan membuka seluas-luasnya biodata dan profil anggota parlemen termasuk rekam jejak (track record) dan laporan kekayaan calon anggota parlemen yang merupakan pengecualian dari Pasal perlindungan data pribadi.

Baca juga: Mensesneg Ungkap Rencana Pemerintah Bentuk Pusat Legislasi Nasional

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +  3  =