Nasional

KPAI Dorong Kemendikbudristek Sosialisasi Aturan Penanganan Kekerasan

Channel9.id – Jakarta. KPAI mendorong Kemendikbudristek dan Dinas-Dinas Pendidikan kabupaten/kota/provinsi untuk bersama-sama mensosialisasi ke sekolah-sekolah terkait Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.

Sosialisasi ini dibutuhkan mengingat masih banyak kejadian peristiwa perundungan dan kekerasan seksual dalam dunia pendidikan.

“Hingga saat ini masih menjadi persoalan tersendiri yang tak kunjung tuntas. Bahkan, memasuki semester pertama tahun 2022, KPAI mencatat ada sejumlah kasus kekerasan berupa perundungan dan kekerasan fisik yang terjadi di dunia pendidikan, baik yang dilakukan oleh pendidik maupun sesama peserta didik, baik yang diadukan maupun tidak ke KPAI,” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI, Senin 13 Juni 2022.

Baca juga: KPAI Puji Inovasi Daerah Atasi Permasalahan PPDB 2022

Retno menyampaikan, sejak Januari-Juni 2021 ada 5 Kasus perundungan berupa kekerasan yang dilakukan pendidik kepada peserta didik, yaitu terjadi di Kota Surabaya dan Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Buton (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Kota Samarinda (Kalimantan Timur).

Dari 5 kasus tersebut 3 kasus terjadi di jenjang SMP dan 2 kasus di jenjang SD. Adapun pelaku adalah 4 guru, yaitu 2 guru olahraga dan 2 guru kelas, sedangkan 1 kasus adalah kekerasan 5 anak (kakak Senior) terhadap 2 adik kelasnya.

“Adapun sejumlah alasan mengapa guru mendisiplinkan dengan kekerasan yaitu: peserta didik ribut saat di kelas, siswa tidak mengembalikan buku cetak yang dipinjamkan sekolah, dan siswa tidak bisa menjawab pertanyaan guru, serta siswi tidak ikut pembelajaran daring selama setahun dan tidak punya seragam sekolah karena sudah kekecilan, kemudian diminta keluar kelas dan sempat dibully kawan-kawan di kelasnya,” ujarnya.

Selain itu, kasus kekerasan psikis dimana anak-anak mengalami ketakutan atau rasa malu karena orangtua belum mampu melunasi tagihan sekolah, sehingga anak-anaknya mengalami perlakuan diskriminasi dan pembullyan terjadi di beberapa daerah, seperti Kabupaten Bantul (DIY), Banyuwangi (Jawa Timur) dan Bekasi (Jawa Barat).

‘Tak bisa ikut Ujian Sekolah karena tunggakan bayaran sekolah dialami oleh sejumlah peserta didik, misalnya kasus di Kabupaten Bantul, Banyuwangi dan Bekasi. Sejumlah siswa SMP swasta di Bantul tidak bisa mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) gara-gara,” ujar Retno.

Oleh karena itu, KPAI mendorong Pemerintah Daerah melalui Dinas-Dinas Pendidikan setempat untuk tegas memberikan kebijakan afirmasi kepada anak-anak yang selama ini kurang beruntung dalam pendidikan, misalnya anak dari keluarga miskin, anak-anak difabel, korban kekerasan dan lainnya, sehingga kasus larangan mengikuti ujian kenaikan kelas maupun ujian sekolah tidak akan terulang kembali;

“KPAI mendorong ada sosialisasi dan edukasi bagi para pendidik untuk memahami psikologi perkembangan anak, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Kovensi Hak Anak (KHA),” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  76  =  80