Channel9.id-Jakarta. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau agar pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tak diberi ruang untuk tampil di lini massa, dari TV hingga radio. Hal ini disampaikan KPI di tengah kehebohan kasus dugaan KDRT yang dilakukan oleh Rizky Billar kepada Lesti Kejora.
Dilansir dari laman resmi KPI, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah mengimbau semua lembaga penyiaran untuk tak melibatkan pelaku KDRT sebagai pengisi acara atau penampil di semua program siaran.
“Segala bentuk kekerasan, terutama KDRT, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kekerasan dan KDRT juga merupakan bentuk diskriminasi dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan yang harus dihapus,” jelas Nuning.
Berangkat dari hal itu, Nuning menilai bahwa tampilnya figur publik yang terindikasi sebagai pelaku KDRT di lembaga penyiaran bisa berdampak negatif terhadap usaha penghapusan KDRT di Indonesia.
Ia berharap lembaga penyiaran mendorong usaha penghapusan KDRT ini, “sebagai bentuk penghormatan hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan gender, nondiskriminasi dan perlindungan korban.” Dukungan ini, lanjutnya, bisa berupa “menutup ruang bagi para pelaku kekerasan tersebut dalam ruang siar.”
“Lembaga penyiaran harus selektif dan hati-hati dalam memilih talent yang akan ditampilkan, jangan sampai pembawa/pengisi/pemain/talent program adalah individu pelaku KDRT. Karena jika Lembaga penyiaran memberi ruang kepada pelaku maka akan menstimulasi perspektif masyarakat bahwa KDRT adalah perilaku yang lumrah dan biasa karena ybs masih bisa tampil di TV secara bebas,” lanjut Nuning.
Lebih lanjut, Nuning mengatakan bahwa figur publik harus memberi contoh positif kepada pemirsa, baik melalui apa yang nampak di layar kaca maupun contoh dalam kehidupan sehari-hari yang bersangkutan.
KPI juga menegaskan akan segera berkomunikasi secara intensif ke lembaga penyiaran agar bersikap tegar terhadap isu-isu KDRT ini—khususnya penanggung jawab program siaran. Dengan ini diharapkan lembaga penyiaran bisa mengedukasi publik dalam menyikapi kasus-kasus kekerasan, baik itu KDRT maupun bentuk diskriminasi lainnya.
“Ini juga salah satu upaya edukasi kepada masyarakat agar tidak memberikan dukungan kepada figur yang melakukan KDRT,” tandas Nuning.