Channel9.id-Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menjerat tersangka mantan Sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dengan pasal tindak pencucian uang (TPPU). Hal tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengungkapkan, KPK KPK tidak akan menuntaskan kasus itu secara parsial atau hanya pokok perkara, tapi bakal mendalami dugaan TPPU atau menelusuri aliran dana hasil korupsi yang dilakukan Nurhadi.
“Sekarang kita memang akan tetap melekatkan TPPU dengan TPK (tindak pidana korupsi) dalam kasus itu,” ungkap Lili, Kamis (11/06).
Dia menyebut, terkait teknisnya seperti pembuktian terbalik, ia memercayakan seutuhnya kepada penyidik KPK yang sedang bekerja. “Kalau teknis itu ranah penyidik karena penyidik yang nanti akan bekerja,” tutur Lili.
Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai langkah KPK terhadap Nurhadi sangat tepat.
“Penanganan kasus ini harus dikembangkan. Setidaknya dalam konteks penggunaan dana dugaan hasil penerimaan suap dan gratifikasi sebesar Rp46 miliar. Pihak lain dalam hal ini seperti keluarga Nurhadi harus diselidiki lebih lanjut.”
Menurut dia, penerapan TPPU dalam kasus Nurhadi merupakan keharusan, mengingat yang bersangkutan memiliki profil kekayaan yang tidak wajar.
“KPK juga harus mengenakan obstruction of justice bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi serta Rezky Herbiyono yang sempat ditetapkan sebagai buron oleh KPK sejak Februari,” tandasnya.
Diketahui, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, ditangkap pada Rabu, 2 Juni 2020 setelah buron sejak Februari 2020. Nurhadi diduga menerima suap Rp33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto lewat menantunya, Rezky. Suap dimaksudkan memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi juga diduga menerima sembilan lembar cek dari Hiendra terkait dengan peninjauan kembali (PK) perkara di MA.
Selain itu, Nurhadi juga diduga mengantongi Rp12,9 miliar dalam kurun Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Nurhadi dan Rezky antara lain dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) dan/atau Pasal 12B UU Nomor 20 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.