Hukum

KPK Panggil Enam Orang Terkait Kasus Pengadaan Kapal

Channel9.id-Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam saksi dalam perkara korupsi pengadaan kapal di Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Enam orang saksi itu ialah Manajer Purchasing PT Daya Radar Utama, Soejono Tjakrakusuma; karyawan PT Daya Radar Utama, Yudo Haryono; Direktur Utama PT Multi Prima, Soniono; General Manager PT Multi Prima, Muhammad Erwin Setiawan.

Kemudian Direktur PT Samudra Jasa Utama Indonesia, Martono Herman Prasetyo dan Direktur PT Putindo Trada Wisesa, Kennardi Gunawan. Keenam orang itu akan menjadi saksi tersangka Istahdi Prahastanto alias IPR.

“Enam orang tersebut akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IPR dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan kapal di dua instansi pemerintah, yakni Direktorar Jenderal Bea Cukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan,” kata Plh Kepala Biro Humas KPK Chrystelina GS melalui keterangan tertulis, Senin (12/8).

KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen Dirjen Bea Cukai Istahdi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang Heru Sumaraanto, dan Direktur Utama PT Daya Radar Utama Amir Gunawan.

Berawal pada November 2012, Sekretaris Jenderal Dirjen Bea dan Cukai mengajukan permohonan persetujuan kontrak jamak kepada Sekjen Kementerian Keuangan untuk pengadaan 16 kapal patroli cepat, yaitu FPB: 28m, 38m dan 60m.

Setelah mengajukan permohonan tersebut, Dirjen Bea dan Cukai mendapatkan alokasi anggaran dana sebesar Rp1,2 triliun untuk pengadaan kapal patroli cepat tahun jamak 2013 – 2015.

Dalam proses lelang, Istahdi diduga memutuskan menggunakan metode pelelangan terbatas untuk kapal patroli cepat 28 meter dan 60 meter. Sementara pelelangan umum dilakukan untuk kapal patroli cepat 38 meter.

Dalam proses lelang terbatas itu, Istahdi diduga memutuskan nama perusahaan yang akan dipanggil. Selain itu, Ia juga diduga mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu.

Setelah dilakukan uji coba, 16 kapal tersebut tidak dapat mencapai kecepatan sesuai ketentuan dan tidak mememuhi sertifikat dual-class seperti yang ada di kontrak. Dirjen Bea dan Cukai mengetahui hal itu, namun ia tetap menyepakati pembelian 16 kapal patroli cepat yang dikerjakan PT DRU.

Selama proses pengadaan, Istahdi dan kawan-kawan diduga menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai 16 kapal patroli kapal cepat. Diduga kerugian negara akibat pengadaan 16 kapal ini sebesar Rp117,7 miliar.

KPK kemudian menduga telah terjadi tindakan melawan hukum pada proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan.

Atas perbuatannya, Istahdi, Heru dan Amir disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang Undang 30/1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang 20/01 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  4  =