Channel9.id, Jakarta – Kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memasuki tahap baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 15 unit mobil milik Satori, mantan anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024 dari Fraksi NasDem.
Penyitaan dilakukan di beberapa titik di Cirebon, Jawa Barat, termasuk dari showroom kendaraan. “Sejak kemarin hingga hari ini, penyidik menyita 15 mobil berbagai jenis milik saudara S (Satori),” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Rabu (3/9/2025).
Adapun kendaraan yang disita terdiri dari tiga unit Toyota Fortuner, dua unit Mitsubishi Pajero, satu Toyota Camry, dua Honda Brio, tiga Toyota Innova, satu Toyota Yaris, satu Mitsubishi Xpander, satu Honda HR-V, serta satu Toyota Alphard.
KPK memastikan penelusuran aset akan terus dilakukan demi memperkuat bukti di pengadilan sekaligus upaya asset recovery.
Sejak awal Agustus 2025, KPK menetapkan Satori bersama Heri Gunawan (eks anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra) sebagai tersangka tindak pidana korupsi, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengelolaan dana sosial BI dan OJK periode 2020–2023.
Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidikan umum sejak Desember 2024 menemukan minimal dua bukti yang cukup.
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut dugaan korupsi bermula dari pembentukan Panitia Kerja (Panja) Komisi XI DPR yang menyetujui anggaran mitra kerja. Dari rapat bersama BI dan OJK, disepakati alokasi bantuan sosial 10 kegiatan per tahun dari BI serta 18–24 kegiatan dari OJK. Proposal, pencairan, dan laporan diarahkan ke yayasan milik anggota Komisi XI.
KPK menduga Heri Gunawan menerima Rp15,86 miliar pada 2021–2023, sementara Satori memperoleh Rp12,52 miliar. Dana itu dialirkan ke rekening pribadi maupun staf, kemudian dipakai membeli aset dan kebutuhan pribadi. Satori juga disebut merekayasa transaksi lewat bank daerah agar tidak terdeteksi, serta mengaku menyalurkan dana ke pihak lain.
Atas perbuatannya, kedua mantan legislator itu dijerat dengan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP, serta UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.