Channel9.id, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi RUU Pemilu menegaskan, pencabutan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 seharusnya dilakukan sejak awal tanpa harus menunggu gelombang protes publik. Aturan tersebut sebelumnya membatasi akses masyarakat terhadap dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden, termasuk ijazah, kecuali dengan izin tertulis dari pemiliknya.
Direktur Eksekutif Perludem, Heroik Mutaqin Pratama, menyebut keputusan KPU itu merupakan langkah keliru karena bertentangan dengan prinsip transparansi. “Sudah semestinya dibuka. Ini soal keterbukaan publik yang tidak bisa ditawar,” ujarnya di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Heroik mengingatkan bahwa sebelum KPU membatalkan aturan tersebut, koalisi masyarakat sipil telah menyuarakan penolakan dan mendesak agar kebijakan yang dianggap menutup akses publik itu segera dicabut. “Jangan sampai publik berpikir KPU baru bergerak setelah ada tekanan,” tegasnya.
Ketua KPU Afifuddin berdalih pencabutan aturan dilakukan setelah mendengarkan aspirasi berbagai pihak dan melalui rapat internal. Namun, alasan ini dianggap tidak cukup. Kritik muncul karena KPU dinilai lamban dan terkesan abai terhadap mandat keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
Koalisi menilai, kejadian ini menunjukkan lemahnya sensitivitas KPU terhadap prinsip akuntabilitas. Alih-alih melindungi kepentingan publik, keputusan KPU justru memunculkan kecurigaan bahwa ada kepentingan politik tertentu di balik upaya menutup dokumen capres-cawapres.
Bagi masyarakat sipil, keterbukaan dokumen pencalonan bukan sekadar soal administrasi, tetapi menyangkut hak warga negara untuk memastikan integritas calon pemimpin. Dengan demikian, langkah KPU mencabut aturan yang kontroversial itu bukanlah bentuk prestasi, melainkan koreksi atas kesalahan serius yang tidak boleh terulang.