Channel9.id – Jakarta. Pengacara mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Tabrani Abby, memberikan klarifikasi mengenai grup WhatsApp yang disebut sebagai wadah permufakatan jahat dalam kasus pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 1,98 triliun.
Abby menegaskan grup tersebut dibentuk sebelum Nadiem menjabat sebagai menteri dan hanya digunakan untuk berdiskusi mengenai visi kebijakan pendidikan berbasis teknologi.
“Itu sebenarnya hasil diskusi yang dibuat oleh Pak Nadiem atas dasar arahan dari Pak Jokowi yang meminta dia untuk menjadi menteri pada waktu itu. Jadi, WA grup itu dibuat sebelum Pak Nadiem menjadi menteri,” ujar Abby saat konferensi pers di kantornya, kawasan SCBD, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Abby menjelaskan, grup tersebut dibentuk setelah Nadiem mendapat arahan langsung dari Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mempersiapkan diri sebagai calon menteri. Grup ini menjadi wadah diskusi guna membahas konsep kebijakan pendidikan berbasis teknologi yang sejalan dengan program Nawa Cita dan RPJM 2019–2024.
“Pak Nadiem mengumpulkan orang-orang yang ahli di bidang pendidikan dan teknologi untuk berdiskusi tentang visi pendidikan digital. Jadi konteksnya bukan soal proyek, tapi tentang ide besar membangun sistem pendidikan yang terintegrasi dengan teknologi,” tambah Abby.
Dalam berita acara pemeriksaan, grup itu awalnya bernama Edu Org sebelum diubah menjadi Mas Menteri Core Team setelah Nadiem dilantik sebagai Mendikbudristek. Abby menegaskan tidak pernah ada pembahasan mengenai proyek pengadaan Chromebook di dalam grup tersebut.
Grup itu, lanjut Abby, dibuat pada 28 Agustus 2019 atau sekitar dua bulan sebelum pelantikan kabinet. Anggotanya terdiri dari pakar pendidikan dan teknologi, termasuk beberapa yang kemudian menjadi staf khusus Nadiem seperti Jurist Tan dan Fiona Handayani.
“Grup itu berisi percakapan seputar visi kebijakan pendidikan, asesmen berbasis kompetensi, penyederhanaan administrasi guru, dan pemetaan pemanfaatan teknologi digital. Jadi tidak ada pembahasan soal pengadaan Chromebook,” tegas Abby.
Menurutnya, seluruh percakapan dalam grup tersebut bersifat brainstorming kebijakan, bukan perencanaan proyek atau pembahasan teknis pengadaan barang dan jasa.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka pada 4 September 2025 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Kasus tersebut disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Direktur Penyidikan Kejagung, Nurcahyo, menjelaskan kasus bermula pada Februari 2020 saat Nadiem bertemu dengan pihak Google Indonesia membahas program Google O-Education.
Pertemuan itu membicarakan penggunaan perangkat Chromebook dan sistem operasi Chrome OS sebagai sarana pembelajaran digital di sekolah-sekolah.
Menurut Kejagung, Nadiem kemudian mengarahkan jajarannya untuk menyusun spesifikasi teknis yang mengunci penggunaan Chrome OS, termasuk melalui Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021, yang menjadi dasar hukum pengadaan laptop tersebut.
“Spesifikasi teknis yang dibuat sudah mengunci Chrome OS, sehingga menutup peluang bagi produk lain. Ini yang kemudian menjadi dasar Kejagung menduga adanya perbuatan melawan hukum,” ujar Nurcahyo.
Menanggapi tudingan itu, tim kuasa hukum Nadiem menegaskan tidak ada unsur permufakatan jahat dalam pembentukan grup WA maupun kebijakan yang diambil selama masa jabatannya.
“WA group itu tidak bisa dijadikan bukti adanya persekongkolan, karena dibuat jauh sebelum proyek Chromebook ada. Kami akan tunjukkan bukti kronologis dan komunikasi yang sesungguhnya,” ujar Abby.
Ia meminta publik tidak tergesa menilai Nadiem bersalah sebelum seluruh fakta hukum diuji di pengadilan.
“Kami percaya proses hukum akan berjalan objektif dan transparan. Pak Nadiem siap menjelaskan semua yang terjadi,” tutupnya.
HT





