Channel9.id-Jakarta. Metaverse terus menjadi sorotan sejak pandemi COVID-19 melanda, terutama setelah Facebook mengubah namanya menjadi “Meta” demi berfokus pada pengembangan metaverse. Metaverse sendiri merupakan dunia komunitas virtual yang saling terhubung, dengan bantuan teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR).
Di metaverse, pengguna bisa melakukan berbagai aktivitas secara virtual dengan avatarnya sendiri, misalnya, termasuk traveling online, memakai dan membeli pakaian digital, hingga bekerja. Nah, banyak pihak yang menyangsikan bahwa metaverse ini bakal benar-benar ada dan menggantikan kehidupan nyata. Namun, siapa sangka ternyata metaverse bakal diandalkan untuk kepentingan nasional?
Baca juga: Meski Sempat Rugi, Meta Tetap Komitmen Pada Metaverse
Sebut saja Tuvalu. Negara ini berencana membangun metaverse mereka sendiri dengan mereplikasi pulau-pulau dan landmark. Langkah ini diambil lantaran adanya ancaman kenaikan air laut yang bisa menenggalamkan negara di Samudera Pasifik itu.
Sebelumnya, pada KTT iklim COP 27, Menteri Luar Negeri Tuvalu Simon Kofe menekankan urgensi upaya global untuk memerangi perubahan iklim yang telah menempatkan Tuvalu di bawah ancaman terus-menerus.
“Ketika tanah kami menghilang, kami tidak punya pilihan selain menjadi negara digital pertama di dunia,” pungkasnya.
Tuvalu memang sangat terancam pemanasan global. Air pasang yang tinggi kerap menyebabkan banjir besar di setiap awal tahun, dan penduduk khawatir hal itu akan semakin parah. Ilmuwan bahkan memproyeksikan bahwa negara dengan 11 ribu penduduk itu tak layak huni dalam kurun kurang dari 100 tahun ke depan.
“Tanah kami, lautan kami, budaya kami adalah aset paling berharga dari orang-orang kami—dan untuk menjaga mereka tetap aman dari bahaya, apa pun yang terjadi di dunia fisik, kami akan memindahkan mereka ke dunia digital,” ujar Kofe.
Mashable melaporkan bahw proyek digitalisasi di metaverse akan dimulai dengan menciptakan kembali Teafualiku Islet, pulau terkecil di Tuvalu dan bagian pertama negara yang diprediksi tenggelam jika permukaan laut terus naik.
Sejatinya, replika negara secara digital merupakan pekerjaan yang sulit, terutama soal tingkat akurasi. Bahkan inisiator metaverse, Mark Zuckerberg, menyebutkan bahwa masih ada jalan panjang untuk mewujudkan metaverse. Paling tidak, maish butuh waktu 5—10 tahun untuk mewujudkannya.