Oleh: Dr. Syaifuddin, M.Si., CICS.
Channel9.id – Jakarta. Ketika kelompok manusia yang berideologi kapitalis (kapitalisme) menciptakan modernisasi sebagai teori dalam suatu pase perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan sekaligus sebagai model pembangunan manusia di dunia, nampaknya tak ada satupun manusia yang mampu menolaknya sedikitpun. Sekelompok ilmuan lain-pun yang mencoba melakukan kritik keras terhadap model pembangunan satu ini juga gagal melakukan perlawanan.
Teori-teori yang berisi model pembangunan yang mereka tawarkan tersebut ternyata tidak cukup kuat mendominasi Teori Modernisasi ini. Apa kurangnya Teori Devendensia, Teori Negara Dunia Ketiga atau beberapa teori perubahan sosial lainnya sebagai antitesa atas Teori Modernisasi itu ternyata tidak cukup mampu membawa perubahan sebagai model pembangunan yang lebih berwajah manusiawi bagi alam semesta dan umat manusia di belahan bumi ini hingga sekarang.
Kita bisa melihat di sekeliling kita hingga saat ini tentang bagaimana pola prilaku manusia di arena global. Hampir setiap manusia telah terjangkiti oleh nilai-nilai kapitalisme itu yang notabene adalah menjadi bagian penting dari Teori Modernisasi dalam praktik sebagai model pembangunan manusia. Saat ini adalah puncak keemasan atas kemenangan Teori Modernisasi itu.
Sadar atau tidak, siapapun manusia itu, terlepas dari latar belakang asal negara, agama, budaya, ras, golongan, jenis kelamin, usia, warga kota atau desa, dll kini sedang terjangkiti oleh nilai-nilai modernisasi itu. Bahkan tidak sedikit yang berprilaku latah, gagap, lalu terkapar dalam menerima atau menerapkan nilai-nilai modernisasi dengan segala perangkat/embel-embel taktisnya.
Mengapa mereka disebut latah ? Jawabnya, karena dalam proses menerima/menerapkan nilai-nilai modernisasi itu ia tidak menggunakan akal sehat, ia bertindak tanpa berpikir. Model prilaku seperti ini biasa disebabkan karena dorongan nafsu semata atau karena sikap ikut-ikutan atas apa yang sedang terjadi di lingkungan sekitarnya. Misalnya, orang lain menggunakan handphone untuk kebutuhan kerja, iapun tidak mau ketinggalan membeli handphone untuk sekedar gagah-gagahan, atau karena mempertahankan rasa gengsi. Banyak orang melakukan sesuatu tanpa proses berpikir secara baik dan benar terlebih dahulu. Kondisi ini yang disebut latah, atau latah menjadi manusia yang sok modern.
Lalu, mengapa mereka disebut gagap ? Jawabnya, orang seperti dimaksud terjebak pada pergaulan/prilaku modern, namun ia sendiri belum mampu menjadi manusia modern. Ia menggunakan fasilitas/produk modernisasi dengan cara menyimpang dari yang seharusnya. Kualitas personal dalam pergaulan modern tidak mampu mengangkat dia menjadi manusia yang lebih baik, yang terjadi malah sebaliknya. Karena itu, efek buruk (disfungsional) bagi dia dan orang lain di saat ia menggunakan produk modernisasi menjadi sumber masalah dalam kehidupan ini. Ia menjadi terkapar karena sikap dan perilaku gagapnya dalam kehidupan modern. Di tingkat inilah banyak terjadi perilaku menyimpang manusia gagap tadi dari koridor norma-norma sosial dan norma-norma agama.
Kelatahan dan kegagapan sikap dan perilaku manusia dimaksud di zaman ini lagi ngetren dimana-mana. Coba kita lihat di sekitar kita saja, misalnya dalam dunia kerja. Sadar atau tidak, kaum hawa sedang berkompetisi dengan kaum Adam dalam merebut karier, jabatan dan uang. Ketika kaum hawa menjadi wanita modern di dunia kerja ia akan fokus dan bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan karier, jabatan dan uang yang mereka inginkan. Salah satu resiko yang pasti terjadi padanya adalah ia akan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah ketimbang ia berada di dalam rumahnya. Ini artinya apa ?, kondisi kaum wanita modern seperti ini telah membuat sebuah resiko sosial yang sangat berat bagi diri, keluarganya dan masa depan kehidupan sosial. Anak-anak mereka sangat mungkin tidak terurus dengan baik. Sementara kualitas keluarga dalam suatu rumah tangga menyaratkan peran langsung dari wanita sebagai ibu rumah tangga. Peran mereka adalah fondasi yang menentukan masa depan bangsa dan negara. Contoh kasus ini saya sebut sebagai wanita yang melawan kodrat Tuhannya.
Apa saja efek-efek domino yang muncul dari sikap dan perilaku wanita modern seperti dimaksud, tentu masih banyak lagi, diantaranya mungkin saja kesibukan wanita ini di luar rumahnya menjadi salah satu pemicu utama terjadinya perceraian antara suami-istri. Sehingga pantas saja di era modern ini jumlah wanita yang berstatus janda (dan juga duda) semakin meningkat tajam. (Soal data kasus yang satu ini silakan anda membaca beberapa hasil penelitian sosial terbaru khususnya di Indonesia). Masih banyak lagi efek domino lainnya akibat wanita modern yang banyak menghabiskan waktu di luar rumahnya.
Logika saya seperti di atas ini biasanya banyak mendapat tantangan dan perlawanan keras khususnya dari kalangan kaum pejuang feminis, gender, dan kelompok emansifatoris. Apa yang mereka pikirkan soal gerakan feminis dan gender adalah soal kesetaraan kaum wanita dan kaum laki-laki tanpa harus dikaitkan dengan faktor kodrat dari jenis kelamin mereka masing-masing sebagaimana yang sudah digariskan oleh Tuhan.
Pada sisi yang lain, dunia modern pada kaum laki-laki juga telah membawa resiko-rediko sosial yang juga cukup fatal. Tidak sedikit jumlah laki-laki yang sulit waktunya untuk bisa bertemu atau sekedar untuk bercengkrama dengan istri dan anak-anaknya di rumah mereka. Akibatnya pasti rumah tangga mereka menjadi kering dari nuansa kebersamaan dan kebahagiaan. Sementara kita tahu bahwa sifat kebersamaan dan kebahagiaan ini merupakan faktor utama dan sangat fondamental dalam penentuan kualitas suatu rumah tangga yang sejahtera dan harmonis.
Pertanyaan pamungkas catatan saya kali ini, bahwa dalam memahami semua masalah efek sosial yang muncul dari gerakan modernisasi pada manusia saat ini, apakah kondisi seperti itu terdapat korelasi positif atau negatif dengan kemunculan Covid-19 yang melanda dan telah melumpuhkan kehidupan sosial masyarakat dunia saat ini ? Sebagai orang yang masih mengimani hukum Tuhan, maka jawaban saya adalah kedua hal tersebut jelas memiliki korelasi. Mengapa ?. Tuhan menciptakan alam ini dan segala isinya (termasuk manusia: laki dan perempuan) ditetapkan berdasarkan hukum kodrat masing-masing. Tidak ada satupun yang telah diciptakanNya tanpa nilai-nilai kodrati sebagai hukum keseimbangan bagi alam semesta. Ilmu pengetahuan (misalnya teori modernisasi yang kemudian nilai-nilsinya mewabah pada setiap manusia saat ini) adalah lahir dari akal manusia, yang secara tidak langsung adalah hukum kodratNya. Karena akal manusia yang diberikan oleh Tuhan juga untuk tujuan menciptakan keseimbangan alam, bukan untuk tujuan merusak alam.
Dalam hal adanya korelasi tadi, maka saya memandang bahwa lahirnya Teori Modernisasi dimana nilai-nilai di dalamnya telah banyak disalahgunakan secara masif oleh manusia di alam, hal mana sekaligus bermakna melawan kodrat. Tidak ada satupun wabah muncul (termasuk Covid-19) di luar ciptaan atau kehendak Tuhan. Ternyata terapi negara dalam upaya menghentikan pendemi Covid-19 yang melanda dunia dan telah banyak membunuh manusia saat ini adalah seruan pada manusia untuk stay at home dan menerapkan pola hidup bersih. Saya kira pesan Tuhan yang tersirat di balik seruan stay at home dan pola hidup bersih ini adalah bersifat religius, sangat komprehensif, bahwa manusia harus back to basic dari jalan yang salah/menyimpang untuk kembali ke sifat yang kodrati (baca: semacam proses normalisasi).
Dari seruan itu kita dapat memahami, bahwa; Pertama, pesan melalui wabah Covid-19 itu mengandung makna agar kita umat manusia perlu segera melakukan proses perenungan dan kembali sadar sesadar-sadarnya akan kodrat kita sebagai laki-laki maupun sebagai wanita. Kodrat anda sebagai laki-laki tidak hanya mencari nafkah untuk keluarga, tapi lebih luas dari itu, anda sebagai kepala dan pemimpin rumah tangga. Dari sini, banyak hal tentang tugas yang telah anda lupakan. Dengan pesan stay at home maka sekarang wajib anda lakoni yang telah terlupakan itu demi terciptanya sendi-sendi keseimbangan demi kelangsungan hidup generasi, kesejahteraan dan keselamatan sosial secara lebih luas di alam ini. Kondisi sosial seperti dimaksud harus berawal dari kehidupan sosial rumah tangga anda.
Bagi kaum wanita, tentu masalah wabah Covid-19 adalah pesan mengandung makna sakral bahwa anda selama ini lupa, sudah terlalu jauh melangkahkan kaki di luar rumah. Sekiranya anda wajib melakukan perenungan bahwa peran seorang ibu yang banyak waktu di rumah menjadi fondasi keberlangsungan sosial dari generasi anda. Di samping itu, sekiranya Tuhan telah murka karena anda sudah melampaui batas, anda sudah terlalu banyak berinteraksi secara bebas dengan siapapun demi karier, jabatan dan uang yang sesungguhnya di luar tugas dan kodrat anda. Anda dibutuhkan di luar rumah, tetapi yang lebih membutuhkan anda adalah anak-anak yang telah anda lahirkan agar mereka bisa menjadi generasi Tuhan yang beriman, berilmu dan beramal saleh bagi sesama di kemudian hari. Mereka sebagai generasi baru wajib anda bentuk menjadi “human” dalam arti yang sesungguhnya (baca: generasi sejati).
Kedua, keberadaan wabah Covid-19 ini tidak hanya bisa dipandang sebagai ujian/cobaan dari Tuhan semata. Tetapi lebih dari itu, wabah ini adalah sebagai peringatan keras agar anda sebagai laki-laki dan wanita harus segera melakukan pertaubatan nasyuha. Anda harus segera kembali kepada tugas pokok anda masing-masing sebagaimana yang tersirat dalam koridor kodrat Tuhan. Anda semua sudah cukup berevolusi dalam memaknai nilai-nilai empiris dari teori modernisasi itu sebagai suatu model pembangunan manusia. Tetapi outcome riilnya justeru merusak sendi-sendi kehidupan sosial untuk masa kini dan akan datang.
Karena itu, menjadi wajib untuk kita semua (suami-istri/laki-wanita) untuk melakukan revolusi sosial dalam bingkai kodrat Tuhan tadi sebagai tindakan pertaubatan. Lakukan gerakan revolusi dalam praktik kehidupan sosial kita secara seimbang bahwa ilmu pengetahuan apapun itu (termasuk implementasi nilai-nilsi modernisasi) adalah semata-semata.sebagai alat bedah/instrumen untuk dapat memahami dan merekonstruksi secara baik dan benar segala hukum Tuhan dalam kehidupan sosial kita sebagai manusia. Cara berpikir seperti ini sangat penting, utamanya adalah untuk mencapai suatu kemaslahatan manusia itu sendiri. Bukan malah sebaliknya, sebagaimana yang anda lakukan selama ini bahwa ilmu pengetahuan anda jadikan sebagai alat untuk mengikis sedikit demi sedikit nilai-nilai kodrati dari hukum Tuhan. Ilmu pengetahuan apapun itu, juga ideologi Kapitalis (kapitalisme) tidak akan bermakna apa-apa jika outcomenya atau nilai-nilai empiriknya terserabut dari nilai-nilai kodrati hukum Tuhan. Ingat bahwa dalam ajaran Islam misalnya, telah ditegaskan bahwa kita perlu hidup kaya tetapi tidak melalui proses yang bersifat kapitalistik alias serakah. Tuhan menutup pintu surga bagi kaum yang melanggar kodratnya. Karena itu, mari kita merenung, lalu berevolusi untuk berhijrah kepada kebiasaan-kebiasaan yang diberkahi oleh Tuhan pemilik semesta alam.
Selamat menjalankan Ibadah Ramadhan bagi yang menjalankan. Semoga kita semua senantiasa mendapat hidayah dariNya dan tidak lagi hidup terkapar karena kelatahan dan kegagapan kita dalam memahami dan melakoni kodrat Tuhan secara salah, aamiin yra..
Penulis: Dosen Pascasarjana Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta