Channel9.id-Jakarta. Anggota XI Fraksi Gerindra DPR RI Elnino M Husein Mohi menilai, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja memerlukan waktu yang lama. Pasalnya, dalam menyelesaikan RUU tersebut harus melewati kajian yang komprehensif, melibatkan partisipasi masyarakat luas.
“Pembahasan RUU Cipta Kerja ini tak boleh dilakukan lewat sistem kebut semalam, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan. Kalau harus 5 tahun, why not? Yang penting hasilnya semaksimal mungkin, lewat kajian yang komprehensif, melibatkan partisipasi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, dan memenuhi seluruh aspek formal pembentukan undang-undang yang telah diatur UU 12/2011 dan perubahannya,” kata Elnino dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/4).
Elnino menilai, RUU Omnibus Law Ciptaker yang diajukan ini mencakup banyak isu penting dan strategis yang perlu dikaji. Misalnya, lingkungan hidup, otonomi daerah, ketenagakerjaan, penyederhanaan prosedur investasi.
“Meski tujuannya fokus untuk merampingkan regulasi bagi penciptaan kerja, tapi jangan sampai “short-cut”-nya salah,” singgungnya.
Ia menilai, alih-alih penyederhanaan RUU ini malah dipersulit. Pasalnya penghapusan over-lapping dan over-regulated malah justru sebaliknya. Elnino menyebut tercatat RUU Cipta Kerja ini mensyaratkan 500-an aturan turunan (peraturan pemerintah) yang justru berpotensi melahirkan regulasi yang sangat banyak.
“Ini harus dikaji betul. Maksud penciptaan iklim investasi yang kondusif, jangan sampai justru mengabaikan perlidungan terhadap tenaga kerja, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, dan kepemilikan negara terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup rakyat banyak,” tegasnya.
Elnino menambahkan, tak ada undang-undang yang sempurna. Namun, tugas konstitusional adalah memperhatikan semua hal secara menyeluruh dalam hal melakukan penyempurnaan untuk sebesar-besarnya memenangkan kepentingan nasional, kepentingan rakyat banyak.
Apalagi, lanjut Elnino, dalam kondisi pandemi Covid-19. Pembahasan RUU Omnibus Law yang tebal itu akan menjadi hambatan perdebatan dan diskusi untuk disempurnakan.
“Kalau ingin UU ini benar-benar pro rakyat, pro negara, dan pro masa depan bangsa, maka butuh waktu yang cukup untuk DPR membahasnya secara akademik dan secara politik,” tandasnya.
(virdika rizky utama)