Mahasiswa ITB.
Nasional

Mahasiswa Oseanografi ITB Bersih-Bersih Sungai Cikapundung dan Edukasi Warga

Channel9.id, Jakarta – Sejumlah mahasiswa Program Studi Oseanografi Angkatan 23 Institut Teknik Bandung (ITB) melakukan kegiatan pengabdian di tengah-tengah masyarakat Bandung, khususnya di Kampung Braga, RW 008, terletak di tepi Sungai Cikapundung.

“Aksi Angkatan ini kami beri nama Murihayani, yang merupakan akronim dari tiga kata yaitu Muruhita yang berarti pengabdian, Mahitala yang berarti Bumi atau Tanah, dan Yani yang berarti sungai. Sehingga dengan tema ini kami membawa semangat pengabdian bagi tanah air tercinta melalui aksi yang kami lakukan melalui sungai, yang mengalir layaknya apa yang kami berikan hari ini,” ujar perwakilan mahasiswa, Vincentius Arya Prasada, Selasa (17/9/2024).

Dikatakannya, inti dari acara ini dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu KALISTA dan SINGA. KALISTA adalah sosialisasi terkait peranan sungai dan pentingnya menjaga kebersihannya yang ditujukan untuk penduduk RW 008 maupun pengunjung di Jalan Braga. Di zona 1, KALISTA dilakukan dengan audiens penduduk setempat, baik dewasa maupun anak-anak, dengan metode penyampaian materi yang informal dan interaktif.

Adapun di zona 2, target audience KALISTA adalah pengunjung Jalan Braga yang lebih menargetkan kepada kaum remaja. Setelah KALISTA, Murihayani dilanjutkan dengan SINGA atau Aksi untuk Sungai.

“Awalnya, kami berencana untuk membersihkan Sungai Cikapundung itu sendiri dengan melibatkan bantuan dari warga sekitar. Namun, hujan yang turun dengan lebat di hari itu membuat aliran arus sungai deras, sehingga akan terlalu beresiko jika kami tetap memaksakan, pada akhirnya kami mengganti kegiatan tersebut dengan melakukan pembersihan di lingkungan RW 008,” jelas Vicko, sapaannya.

Menurutnya, kegiatan ini mengambil tempat di Kampung Braga karena memang tujuan dari acara ini selain untuk melakukan pembersihan, juga melakukan edukasi terhadap masyarakat. Maka dari itu, kawasan ini dipilih karena memenuhi beberapa keuntungan, yaitu: masyarakat yang banyak jumlahnya, lokasinya yang dekat dengan area pembersihan dan juga salah satu area yang familiar di Kota Bandung.

“Kegiatan yang berlangsung dari siang hingga sore hari ini berjalan dengan lancar, interaksi antara kami sebagai penyampai sosialisasi sekaligus fasilitator disambut dengan baik oleh warga sekitar yang juga antusias dalam mendengarkan penjelasan dari kami,” tuturnya.

Mulai dari anak-anak, hingga orang tua, lanjutnya, memberikan respon yang relatif postifi dan mendukung kegiatan ini. Mereka merasa perlu lebih banyak lagi kegiatan serupa, sehingga semakin banyak yang tergerak hatinya untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar.

“Namun tentunya, tak ada gading yang tak retak, di balik semua kesuksesan acara ini, kami juga menyadari beberapa kekurangan. Faktor eksternal yang tidak bisa kami kendalikan nampaknya kurang menjadi concern kami di kala persiapan. Sehingga, ketika dihadapkan dengan situasi yang kurang menguntungkan seperti hujan lebat kemarin, kami merasa kurang siap karena Teknis Lapangan (Teklap) yang masih rancu,” jelasnya.

Waktu itu, ujarnya, hujan seharian yang cukup deras membuat tinggi permukaan sungai meningkat dan arusnya semakin deras, sehingga dia beserta teman-temannya membatalkan untuk turun membersihkan sungai karena resikonya terlalu besar. Akhirnya, dibuat Teknis Lapangan baru di saat-saat terakhir.

“Kendala kedua adalah waktu yang mepet sehingga membuat kami harus melakukan segala persiapan dengan cepat, terutama untuk mencari sumber dana,” ucap Vicko.

Dia dan teman-temannya pun berharap apa yang telah dilakukannya ini tidak hanya terkesan bagai angin lalu belaka. Melihat antusiasme dari warga sekitar dan juga tujuannya yang dapat dikatakan cukup berhasil, dia merasa senang dan puas karena parameter keberhasilan dari acara ini berhasil dicapai, meski dalam waktu persiapan yang singkat.

“Semoga semangat serta pengetahuan yang kami bawa dapat menjadi pedoman dan juga motivasi bagi setiap insan agar meneruskan perjuangan tersebut. Gajah mati meninggalkan gading, Abhiseva Ganavendra pulang dengan meninggalkan ilmu penting,” tandasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  6  =