Channel9.id – Jakarta. Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud Md mengungkapkan adanya operasi untuk menekan para rektor perguruan tinggi agar menyuarakan narasi positif ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahfud menyebut operasi ini untuk menekan para rektor yang belum menyerukan kritik terhadap pemerintahan Jokowi.
“Saya dapat laporan ada semacam operasi untuk menekan rektor-rektor lain yang belum menyatakan sikap dan akan membuat deklarasi untuk kebaikan bangsa, untuk membangun demokrasi yang bermartabat,” kata Mahfud dalam acara Tabrak Prof! di Koat Kopi, Depok, Sleman, DIY, Senin (5/2/2024) malam.
Namun, kata Mahfud, tak semua rektor yang didatangi oknum mengiyakan permintaan tersebut. Salah satunya adalah Ferdinandus Hindiarto, rektor Universitas Katolik Soegijapranata.
Menurutnya, Hinidiarto secara terang-terangan menolak membuat pernyataan mendukung pemerintahan Jokowi.
“Dia menyatakan didatangi oleh seseorang untuk membuat pernyataan mendukung bahwa pemerintahan Pak Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid nomor satu dan sebagainya,” kata Mahfud.
“Tapi tidak semua rektor menyetujui pernyataan itu. Ada yang memodifikasi, ada yang netralisasi bahwa universitasnya tidak ikut-ikut, tapi ada juga yang membacakan itu sesuai dengan pesan yang ditulis template-nya,” ujarnya menambahkan.
Menurut mantan Menko Polhukam itu, adanya intervensi mungkin saja terjadi. Namun, ia mengatakan perguruan tinggi tidak takut menyuarakan pendapat walaupun ada tekanan. Baginya, kritik yang disampaikan perguruan tinggi adalah bagian dari upaya membangun demokrasi menjadi lebih bermartabat.
“Adanya intervensi nanti saya tunjukkan bahwa itu mungkin saja terjadi. Tapi kalau mengatakan perguruan tinggi takut karena ada tekanan itu tidak juga,” kata Mahfud.
“Karena sampai sore ini sudah 59 perguruan tinggi yang terus mengalir dan ini akan terus setiap perguruan tinggi akan menyatakan sikap untuk mengawal pemilu dan munculnya pemerintahan yang beretika,” imbuhnya.
Sebelumnya, beberapa kampus membuat petisi sebagai protes terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dimulai dari UGM yang merilis petisi Bulaksumur karena kecewa terhadap salah satu lulusan ya itu.
Lalu, protes para sivitas akademika terhadap Jokowi di kampus-kampus semakin meluas. Seperti Universitas Islam Indonesia (UII) yang menyerukan ‘Indonesia Darurat Kenegarawan’
Kemudian pada Jumat (2/2/2024) kemarin, setidaknya terdapat tiga tambahan kampus yang menyampaikan sikapnya mengkritik Presiden Jokowi.
Dalam pernyataan sikapnya, Universitas Indonesia (UI) mengaku terpanggil untuk menabuh genderang memulihkan demokrasi.
Sementara, sejumlah guru besar dan sivitas akademika Universitas Hasanuddin (Unhas) mengingatkan Presiden Jokowi dan semua pejabat negara, aparatur hukum, dan aktor politik yang berada di kabinet untuk tetap berada di koridor demokrasi, mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam berdemokrasi.
Selain itu, Koalisi Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) ikut menyerukan sikap menyelamatkan demokrasi dan meminta Presiden Jokowi untuk tidak memihak di Pemilu 2024.
Terkini, dewan guru besar, rektor serta para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyerukan Pesan Kebangsaan dan Imbauan Moral ‘Mengawal Demokrasi Indonesia yang Berkeadaban’, Sabtu (3/2/2024). Sikap UMY itu kemudian disusul oleh Universitas Mulawarman Samarinda, Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Institut Sepuluh Nopember, Universitas Airlangga, Universitas Bung Karno, hingga Universitas Sumatera Utara (USU).
HT