Opini

Manajemen Krisis Mesti Diterapkan Segera

Oleh: Awalil Rizky*

Channel9.id-Jakarta. Utang Pemerintah? aman, rasionya atas PDB masih kecil. Defisit APBN? bisa dikendalikan dikisaran 2%. Beban utang luar negeri? aman, naiknya terkendali. Posisi cadangan devisa? aman, cukup untuk 7,5 bulan impor dan pembayaran utang pemerintah. Perbankan? aman, CAR di atas 20%. Kondisi UMKM? membaik, KUR akan digenjot. IHSG? bagus, pembelian neto asing cenderung positif. Industri? makanan dan pariwisata sedang berkembang pesat. DST. Negara lain banyak yang sudah resesi, kita masih baik, masih akan tumbuh di atas 5%.

Itu jawaban hingga sebulan lalu. Saya sejak awal mengingatkan bahwa sepintas aman dan terkendali, sebenarnya kita “rawan” jika ada guncangan eksternal. Fundamental ekonomi kita rapuh. Rapuh itu ya tak selalu tampak buruk, hanya ketahuan jika ada kejadian tertentu. Ibarat bangunan, baru diketahui jika ada gempa.

Gempa itu datang, berupa wabah COVID-19. Dengan peringatan ancaman tsunami.

Apakah kita akan hancur. Bangunan ekonomi kita roboh? Masih bisa dicegah, sekurangnya agar tidak roboh. Gempanya pasti, dan ada gempa susulan. Tsunami, belum tentu. Bergantung fenomena covid-19 dan hiruk pasar keuangan dan ekonomi global karenanya. Ataupun memang sudah terjadi sebelumnya. Ingat perang dagang, perang harga minyak, the Fed dan Trump, dan seterusnya. Ditambah ancaman rumor, Cina akan membeli apa saja dengan “uang cash” yang mereka miliki, sementara banyak yang jual murah.

Dan yang paling utama adalah antisipasi dan mitigasi kita sendiri. Terutama otoritas ekonomi (Pemerintah, BI, OJK).

Sebagaimana gempa dan tsunami, prioritas utama kita adalah KESELAMATAN RAKYAT INDONESIA. Bangunan bisa diperbaiki atau dibangun ulang nantinya. Nyawa dan hidup rakyat tak bisa ditawar.

Jika saya yang diminta masukan pada otoritas ekonomi dan juga pemerintah daerah. Fokusnya adalah itu. Gunakan seluruh sumber daya untuk penyelamatan dari Covid-19. Kemudian siapkan semua jaring pengaman sosial.

Secara anggaran: tunda semua pembelian tanah, pembangunan fisik gedung, perjalanan dinas dan konsinyering, kurangi tunjangan bagi pejabat (tukin), dan seterusnya. Semua dihitung ulang dengan orientasi baru. Kurs rupiah, IHSG, Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan lain-lain menjadi urusan kesekian.

Cara pandang demikian berarti pengelolaan ekonomi (negara) adalah dengan MANAJEMEN KRISIS, bukan as usually atau tindakan sporadis.

Jika DPR, DPRD atau siapapun masih ngeyel dengan prosedur dan lain-lain, maka mereka adalah common enemy.

APAKAH MASIH BISA? Bisa. Gempa susulan yang lebih besar dan tsunami belum terjadi. Otoritas masih dapat menyiapkan dan memulai manajemen krisis.

Rakyat Indonesia ini sepintas kurang pintar, namun cukup patuh dan bisa diberi pengertian. Ini juga momen agar semua perpecahan tidak mutu sebelum ini dilupakan.

Jika kita bisa melalui kondisi ini dengan baik. Setidaknya dengan dampak buruk minimal. Maka kita berpotensi reborn (secara semangat dan solidaritas) sebagai NKRI layaknya baru merdeka.

Jika kita masih memaki (siapapun dari pihak manapun), menyebar gambar kurs dan IHSG seolah gembira, dan semacamnya, maka kita berpeluang menjadi bagian dari yang ikut memperparah kondisi.

*Chief Economist Institut Harkat Negeri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3  +  5  =